PEKANBARU (RA) - Kota Pekanbaru dirundung duka. Sungai Siak, si "Sungai Jantan" yang melegenda dan selama ini menjadi urat nadi kehidupan masyarakat, kini berbalik mengancam. Luapan airnya menenggelamkan enam kecamatan, memaksa ribuan warga mengungsi. Hujan yang tak kunjung reda selama sepekan terakhir, ditambah kiriman air dari hulu, menjadi pemicu utama bencana ini.
Dahulu, Sungai Siak memiliki kedalaman mencapai 30 meter, menjadikannya salah satu sungai terdalam di Indonesia. Kapal-kapal tanker dan peti kemas melintasi jalur air ini, menjadikannya jalur perdagangan yang vital. Namun, akibat pengendapan dan aktivitas industri, kedalamannya kini hanya tersisa sekitar 18 meter. Di sepanjang hilirannya, berdiri pabrik-pabrik besar seperti pengolahan kelapa sawit, kayu, dan kertas yang turut mempengaruhi ekosistem sungai.
Situasi darurat ini mendapat perhatian penuh dari Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, yang baru dilantik pada 20 Februari lalu. Sejak pagi hingga larut malam, ia turun langsung ke lapangan memastikan warganya selamat dan terpenuhi kebutuhannya. Tak jarang, ia menerobos hujan deras untuk mengecek kondisi di tenda-tenda pengungsian.
Minggu (9/3/2025) dini hari, di saat kebanyakan warga terlelap dalam kekhawatiran, Agung bersama tim dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera III dan BPBD Kota Pekanbaru bekerja keras di Jalan Nelayan, Kelurahan Meranti Pandak, Kecamatan Rumbai. Dalam gelap malam yang dingin, mereka memasang pompa air demi mempercepat surutnya genangan yang terus merangsek ke pemukiman warga.
"Kami sudah berkoordinasi dengan BWS Sumatera III agar pompa air bisa segera difungsikan. Selain itu, pintu aliran air harus dibuka lebih tinggi agar air tidak terus meluap ke permukiman," ujar Agung Nugroho dengan wajah lelah namun tetap penuh semangat.
Data dari BPBD mencatat hingga Sabtu (8/3), sebanyak 39 titik banjir tersebar di beberapa kecamatan. Kecamatan Rumbai dan Payung Sekaki menjadi wilayah terparah, dengan ketinggian air mencapai satu meter di beberapa titik. Di Rumbai, 12 lokasi terendam, termasuk Jalan Lingkar, Jalan Nelayan, dan Jalan Yos Sudarso. Sementara di Payung Sekaki, tujuh lokasi terdampak parah, dengan Jalan Pemudi dan Jalan Kulim sebagai kawasan paling kritis.
Bencana ini diperkirakan akan berlanjut jika hujan masih mengguyur dan debit Sungai Siak terus meningkat. Di Kecamatan Lima Puluh dan Senapelan, enam titik juga terendam, terutama di Kelurahan Pesisir dan Tanjung Rhu, dengan ketinggian air mencapai 60 cm. Sementara di Tenayan Raya, tujuh titik banjir dengan ketinggian air antara 60 hingga 100 cm mengisolasi beberapa kawasan selama berjam-jam.
Namun, di tengah bencana, semangat gotong royong tetap menyala. Banyak warga yang bahu-membahu membantu satu sama lain. Relawan turun ke jalan, menyediakan makanan dan pakaian bagi yang membutuhkan. Para petugas penyelamat bekerja tanpa lelah, memastikan tidak ada korban jiwa.
Tetapi pertanyaannya, sampai kapan Pekanbaru harus menghadapi musibah ini? Setiap tahun, banjir datang tanpa ada solusi jangka panjang yang benar-benar efektif. Apakah ini hanya soal curah hujan yang tinggi, atau ada persoalan tata kota yang perlu segera dibenahi? Pekanbaru terus berkembang pesat, tetapi apakah sistem drainase dan pengelolaan airnya juga ikut mengalami kemajuan?
Warga berharap, di bawah kepemimpinan Agung Nugroho, bencana tahunan ini tak lagi menjadi momok yang terus menghantui. Saat ini, semua upaya tengah difokuskan pada penanganan darurat, tetapi perencanaan jangka panjang harus segera dirumuskan. Sungai Siak yang dulu menjadi simbol kejayaan, kini meminta perhatian lebih agar kembali menjadi sumber kehidupan, bukan ancaman.
Pekanbaru sedang diuji, dan warganya harus bersatu menghadapi tantangan ini. Kota Bertuah ini tak boleh terus murung. Harapan harus tetap menyala di tengah derasnya arus yang mencoba menenggelamkan segalanya.
Sejarah mencatat, pada abad ke-18, wilayah Senapelan cikal bakal Kota Pekanbaru menjadi pusat perdagangan yang ramai di tepi Sungai Siak. Para pedagang dari dataran tinggi Minangkabau menjadikan daerah ini sebagai pekan (pasar) utama. Di masa kejayaan Kerajaan Siak Sri Indrapura, Sungai Siak menjadi jalur transportasi utama karena melintasi wilayah strategis perdagangan. Kini, sungai ini tak hanya menyimpan sejarah kejayaan, tetapi juga menjadi tantangan besar bagi kota yang terus berkembang ini.