Riauaktual.com - Anggota Komisi X DPR Mustafa Kamal mengaku prihatin atas makin tingginya intensitas kasus perundungan anak di Indonesia. Bukan hanya kualitas kasusnya yang semakin parah, melainkan juga berita perundungan terhadap ada terjadi secara masif dan terus-menerus.
"Kondisi ini sebagai bentuk kedaruratan, yang memaksa seluruh pihak. Mulai dari orang tua, sekolah, lingkungan masyarakat, dan negara, berperan aktif dalam rangka mencegah perilaku negatif dan kekerasan pada anak," ujar Mustafa Kamal dalam Dialektika Demokrasi bertema 'Setop Perundungan Demi Masa Depan Anak', Kamis (5/10/2023).
Menurut Mustafa, jika darurat perundungan ini tidak mampu diantisipasi dan ditanggulangi, maka akan sangat berbahaya. Banyaknya kasus perundungan disebabkan perangkat-perangkat pendidikan belum mampu mendeteksi dan mengantisipasi secara dini perkembangan situasi anak didiknya sendiri.
"Hal hal baru yang mestinya dicermati, tidak mampu lagi dijawab dengan kurikulum yang ada. Saat ini, orientasi pendidikan lebih ke arah pengetahuan dan mengesampingkan pendidikan budi pekerti. Dalam konteks seperti ini, sekolah amat sangat minim kemampuan untuk membentuk kepribadian anak. Anak didik justru lebih banyak mendapat informasi dari media sosial lewat smartphone mereka, " katanya.
Mustafa Kamal berpendapat Kementerian Kominfo juga tidak mampu melindungi warganegara nya. UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) baru diketuk palu, setelah bertahun tahun tidak selesai. Selain itu, lambatnya regulasi bisa dilihat dari kasus TikTok yang dijadikan platform bisnis, baru kemarin bisa di stop. "Itu adalah gambaran betapa terlambatnya regulasi dibanding perkembangan teknologi digital, " katanya.
"Anak anak sekarang menjadi tempat sampah dari berbagai informasi dari media sosiàl di Hp mereka. Saya lihat KPAI (Komisi Perlindungan Anak & Ibu) juga demikian halnya. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) juga hanya mengandalkan kontrol dari tayangan tayangan yang tradisional, " keluh Mustafa Kamal.
Komisioner KPAI Kawiyan berpendapat, untuk menyelamatkan anak anak dari hal hal negatif dampak dari pengaruh buruk dari media sosial, perlu segera regulasi khusus media sosial. Kalau tidak maka bencana perundungan anak akan semakin marak tak terkendali.
"Catatan KPAI dari Januari hingga Agustus 2023 ada korban kekerasan seksual anak 112 korban pencabulan, 84 anak korban pembunuhan, 39 anak korban bencana alam, 38 anak korban penganiayaan, " ujarnya.