JAKARTA, RiauAktual.com – Direktur Eksekutif Nurjaman Center For Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman, mengatakan bahwa kasus pengadaan Bus Tarnsjakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB), terus menjadi perhatian publik. Dikarenakan proyek prioritas Pemprov DKI Jakarta masih dipimpin Gubernur DKI Jakarta non aktif Joko Widodo yang juga Capres nomor urut 2.
Korupsi Bus Transjakarta dan BKTB melibatkan dua orang petinggi DKI sebagai tersangka yaitu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono dan Direktur Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi di Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prawoto oleh Kejaksaan Agung.
Kerugian yang disinyalir dari proyek prioritas Pemprov DKI Jakarta ini sebesar Rp1,5 triliun. Jokowi ketika dimintai tanggapan menyatakan, Jokowi mengakui bahwa ia yang menandatangani anggaran pengadaan Bus Transjakarta dan BKTB sebesar Rp1,5 triliun. Namun Jokowi tidak mau dipersalahkan.
“Dalam kondisi itu Jokowi membanta, dia bilang 'enggak mungkin saya awasi satu–satu, tugasnya sendiri–sendiri, ada Inspektorat yang ngawasi, tapi kebijakan di Jakarta jelas dong kebijakan Gubernur' ini bisa dilihat dalam berita https://id.berita.yahoo.com/cara-jokowi-jelaskan-kasus-busway-karatan-095746404.html," kata Jajat melalui rilisnya, Jumat (6/6/2014).
Jajat juga menyampaikan, aneh rasanya apabila Jokowi tidak punya rasa bersalah dengan terjadinya korupsi di DKI Jakarta, karena koordinasi mengenai segala bentuk kebijakan adalah peran Gubernur DKI Jakarta.
"Mestinya publik menilai obyektif dan rasional kinerja Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta walaupun berstatus non aktif, bukan karena Jokowi sekarang fokus blusukan sebagai capres," sebutnya.
Jajat menilai, Jokowi tidak boleh melemparkan tanggung jawab karena sudah ada 2 tersangka, tapi ini masalah tanggung jawab moral atas kinerja Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta yang mengakibatkan APBD Jakarta bocor Rp1,5 triliun.
"Tak bisa dibayangkan dengan hanya mengurusi dana APBD Jakarta untuk Proyek Bus Transjakarta sebesar Rp1,5 triliun saja sudah gagal, bagaimana mengurusi dana APBN yang jumlahnya berkali–kali lipat dari APBD Jakarta," sebutnya.
Secara kinerja dan integritas, Jajat menyebut bahwa Jokowi belum siap dan teruji memimpin negara sebesar NKRI. "Sekarang lebih baik prioritas utama Jokowi seharusnya mengurusi masalah di Jakarta," tutup Jajat. ***
(rrm/rls)