ROHIL (RA) - Rumput ilalang setinggi pinggang dulu menjadi pemandangan biasa di banyak titik Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan dan Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Lahan-lahan tidur itu terbentang seperti halaman-halaman kosong tanpa makna. Namun, dalam tahun 2025, hamparan itu berubah menjadi ladang jagung pipil yang subur dan perubahan ini bermula bukan dari warga atau pemerintah daerah, melainkan dari dua perwira polisi.
Kapolsek Tanah Putih Tanjung Melawan, Ipda Bonny Ferdy Sagala dan Kapolsek Rimba Melintang, Ipda Martin Luther Munthe, melihat peluang yang mungkin luput dari banyak mata.
Dimana ketahanan pangan Polri bisa menjadi jalan keluar bagi ekonomi warga. Di tengah mandat Polri untuk menjaga stabilitas nasional, keduanya justru menambah peran baru, dengan menjadi motor penggerak pertanian rakyat.
"Kalau polisi saja mau turun menanam, masa kami tidak?" ujar Wawan, salah satu warga yang kini aktif dalam kelompok tani binaan Polsek Tanah Putih Tanjung Melawan.
Ketahanan pangan Polri sudah lebih dulu dilaksanakan Ipda Bonny sejak November 2024 sebagai Program Asta Cita Presiden Parbowo Subianto 2024-2029.
Ketahanan Pangan Polri, dari Kebijakan Nasional ke Lahan Jagung Desa
Ketahanan pangan Polri merupakan bagian dari dukungan institusi tersebut terhadap Program Asta Cita Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, yakni khususnya mendorong swasembada pangan dan memantapkan ketahanan negara.
Konsep ini diterjemahkan hingga tingkat Polsek, dengan menghidupkan kembali lahan kosong, mendampingi masyarakat melalui Bhabinkamtibmas, hingga mengawal distribusi bahan pangan agar aman dan merata.
Program ketahanan pangan Polri meluas menjadi lebih dari sekadar kebijakan. Ia menjadi gerakan sosial yang menguatkan kemandirian dan ekonomi lokal.
Di Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan dan Kecamatan Rimba Melintang, manfaatnya terasa langsung. Dimana pendapatan warga naik, komoditas jagung mulai menjadi primadona, hubungan warga dan polisi lebih cair, dan harga pangan lokal lebih stabil.
Hal ini merupakan implementasi program nasional penanaman jagung serentak seluas satu juta hektare yang digagas Mabes Polri melalui Surat Perintah Kapolri Nomor: Sprin/1207/IV/KEP/2025 dan Surat Telegram Nomor: ST/1105/V/Kep/2025.
Ketika Polisi Menjadi Petani
Langkah pertama dimulai dari keberanian mengetuk pintu rumah warga. Dengan pendekatan dialogis, Ipda Bonny dan Ipda Martin meminta warga meminjamkan lahan untuk ditanami jagung pipil. Yakni, komoditas yang dipilih karena harga stabil, permintaan tinggi dari industri pakan ternak, dan mudah dikelola. Respons warga rupanya sangat positif.
Dalam sebulan, beberapa hektare lahan berhasil disiapkan. Polsek Tanah Putih Tanjung Melawan dan Polsek Rimba Melintang menyediakan bibit, pelatihan, hingga pendampingan rutin. Efek domino pun terjadi dan semakin banyak warga yang ingin ikut serta.
Proses teknis tak kalah serius. Kedua kapolsek itu menggunakan dana pribadi untuk membeli pupuk dolomit seharga Rp120.000 per karung dengan berat 50 kilogram, dengan kebutuhan minimal tiga karung per hektare.
Dolomit ditebar untuk menetralkan pH tanah, agar berada pada kisaran ideal 6,0–6,5. Tujuh hari kemudian, bersama Bhabinkamtibmas dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), warga menanam bibit jagung secara manual.
Selama tiga bulan, pemantauan intens dilakukan setiap hari. Mereka kembali merogoh kocek untuk membeli pupuk KCL seharga Rp380.000 per karung dengan berat 50 kilogram, juga dengan kebutuhan tiga karung per hektare.
"Semua ini kita lakukan untuk meningkatkan ekonomi warga. Dari ilalang ke emas kuning, yakni jagung pipil yang memiliki warna keemasan ketika sudah layak panen," kata Ipda Bonny, diaminkan Ipda Martin.
Keduanya dijadwalkan naik pangkat menjadi Inspektur Satu (Iptu) pada Desember 2025 dan bertepatan dengan masa ketika program mulai menunjukkan hasil konkret.
Hama, Banjir, dan Monyet Menjadi Musuh yang Tak Tertulis
Namun keberhasilan itu tidak datang tanpa batu sandungan. Hama seperti monyet, tikus tanah, hingga banjir menjadi persoalan harian. Orang-orangan sawah tak cukup mengusir monyet, sehingga pengawasan harus dilakukan secara langsung.
"Sudah dibuat orang-orangan pun tetap saja tidak berhasil. Jadi harus dijaga bersama-sama setiap hari," ujar Brigadir Josua Silitonga, Bhabinkamtibmas Pematang Sikek, Polsek Rimba Melintang
Selain itu, akses menuju lokasi panen pun menjadi tantangan tersendiri. Untuk panen di Kepenghuluan Mesah, misalnya, Ipda Bonny bersama Bhabinkamtibmas dan warga harus menempuh 30 kilometer perjalanan darat melewati Kecamatan Rimba Melintang. Agar warga tidak merugi, ia menyewa kapal pompong seharga Rp200.000-Rp300.000 untuk pengangkutan hasil panen jagung pipil.
Enam Hingga Delapan Ton Per Hektare Jadi Perputaran Ekonomi Baru
Lahan yang dulunya terbengkalai kini menghasilkan 6-8 ton jagung pipil kering per hektare. Setelah dipanen, jagung dipipil baik secara manual maupun menggunakan mesin, lalu dijemur satu hingga dua hari hingga kadar air turun ke 14 persen, angka ideal bagi industri pakan ternak.
Harga jual pun bervariasi, jika dijual ke Bulog dengan kadar air 18-20 persen seharga Rp5.500 per kilogram. Namun, untuk kadar air maksimal 14 persen bisa dijual seharga Rp6.400 per kilogram. Warga lebih memilih menjual ke tengkulak yang tanpa syarat kadar air dengan harga Rp7.000 per kilogram.
Ironisnya, sebagian besar warga lebih memilih menjual ke tengkulak karena harga lebih tinggi dan proses lebih mudah. Tengkulak pun mau menjemput ke lokasi, tanpa dikenakan biaya jemput.
"Saat ini baru Kecamatan Tanah Putih yang menjual ke Bulog, dengan total 2.350 kilogram sepanjang 2025," ujar Pimpinan Cabang Perum Bulog Dumai, Yusnan MT Dongoran.
Jagung, Kemandirian, dan Martabat
Dari kebun jagung itu, tidak hanya komoditas pangan yang bertumbuh, akan tetapi juga kepercayaan diri warga. Bahwa lahan tidur bisa menjadi sumber kehidupan.
Bahwa polisi bisa lebih dari sekadar aparat keamanan. Dan bahwa ketahanan pangan bukan hanya tentang stok, tapi tentang martabat sebuah komunitas.
Model yang dimulai dari dua kapolsek ini kini menunjukkan bahwa inovasi bisa tumbuh dari tempat yang tidak terduga. Bahwa sinergi bisa terbangun dari keteladanan, bukan sekadar regulasi. Dan bahwa perubahan besar kadang dimulai dari langkah sederhana: turun ke ladang bersama warga.
Di Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan dan Kecamatan Rimba Melintang, perubahan itu kini menguning seperti daun jagung yang siap dipanen.