PEKANBARU (RA) - Pemerintah Provinsi Riau bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau resmi menandatangani Nota Kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun Anggaran 2026. Penandatanganan berlangsung dalam rapat paripurna DPRD Riau, Senin malam.
Kesepakatan tersebut ditandatangani Plt Gubernur Riau SF Hariyanto dan Ketua DPRD Riau Kaderismanto, didampingi Wakil Ketua DPRD Ahmad Tarmizi dan Budiman Lubis beserta anggota dewan lainnya. Dari pihak Pemprov Riau turut hadir Sekda Syahrial Abdi, para asisten, dan kepala OPD.
Melalui kesepakatan tersebut, disetujui bahwa APBD Riau 2026 ditetapkan sebesar Rp8,321 triliun, atau lebih rendah dibanding APBD 2025 yang mencapai Rp9,451 triliun. Penurunan anggaran tersebut mencerminkan kondisi fiskal daerah yang sedang mengalami koreksi.
Plt Gubernur Riau SF Hariyanto menyampaikan apresiatinya kepada Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau yang telah bekerja maraton menyelesaikan pembahasan.
"Terima kasih kepada seluruh anggota Banggar DPRD Riau yang telah bekerja dari pagi hingga malam. Selanjutnya hasil ini akan kita susun dalam bentuk program dan ditetapkan menjadi Perda. Insyaallah pada 29 November nanti akan dilakukan penandatanganan lanjutan," ujar SF Hariyanto.
Ia memastikan pemerintah tetap menjalankan program prioritas meski anggaran mengalami penurunan.
Sementara itu, Ketua DPRD Riau Kaderismanto menegaskan bahwa penandatanganan KUA-PPAS bukan sekadar formalitas, tetapi komitmen bersama untuk menghasilkan APBD yang lebih berpihak kepada rakyat.
"Kita ingin memastikan bahwa perencanaan anggaran tahun 2026 dilakukan secara realistis, terukur, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. DPRD menekankan pentingnya penggunaan anggaran yang efektif, tepat sasaran, dan mampu memberikan manfaat nyata bagi rakyat Riau," tegasnya.
Kaderismanto juga mengingatkan agar perangkat daerah tidak asal memasukkan program yang tidak memiliki dampak strategis.
"Belanja pembangunan harus memiliki dampak langsung, terutama dalam penurunan angka kemiskinan, percepatan pembangunan infrastruktur, dan peningkatan kualitas layanan publik. Kami tidak menginginkan anggaran seremonial atau program yang tidak memberi nilai tambah," pungkasnya.