PEKANBARU (RA) - Terdesak biaya pengobatan anaknya yang tengah sakit, seorang ayah di Pekanbaru bernama Alex Satria nekat mencuri sepeda motor milik warga.
Namun, berkat itikad baik dan permintaan maafnya, sang korban memaafkan, sehingga kasus tersebut akhirnya diselesaikan melalui mekanisme Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Zikrullah, menyebutkan bahwa penghentian penuntutan terhadap Alex disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) setelah dilakukan ekspos perkara secara virtual pada Selasa (28/10).
Ekspos itu dipimpin langsung oleh Kajati Riau Sutikno, didampingi Aspidum Otong Hendra Rahayu, serta jajaran Kejaksaan Negeri Pekanbaru.
"Permohonan penghentian penuntutan perkara melalui keadilan restoratif dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru disetujui Jampidum," ujar Zikrullah, Selasa (28/10/2025).
Dia menjelaskan, kasus ini bermula pada 16 Agustus 2025 sekitar pukul 13.00 WIB, ketika Alex membawa kabur satu unit sepeda motor dan telepon genggam milik Halim Utomo yang diparkir di depan Toko Roti Baraya.
Tindakan itu dilakukan tanpa izin karena pelaku terdesak kebutuhan biaya pengobatan anaknya. Akibatnya, korban mengalami kerugian sekitar Rp10 juta.
"Tersangka melakukan perbuatan itu bukan karena niat jahat, tetapi karena terdesak kebutuhan biaya berobat anaknya yang sakit," jelas Zikrullah.
Setelah Alex menyesali perbuatannya dan berdamai dengan korban, pihak kejaksaan menilai perkara tersebut layak diselesaikan secara damai.
"Setelah menyesali perbuatannya dan berdamai dengan korban, kami menilai perkara ini layak diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif," tambahnya.
Dengan disetujuinya permohonan tersebut, Kejari Pekanbaru akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), yang berarti Alex akan segera bebas dari tahanan.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Pekanbaru, Marulitua Johannes Sitanggang, menjelaskan bahwa proses restorative justice dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) dan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum.
"Tersangka mengakui kesalahannya, menyesal, dan telah meminta maaf kepada korban. Di sisi lain, korban memaafkan dan bersedia berdamai tanpa syarat," tutur Maruli.
Proses perdamaian difasilitasi oleh jaksa fasilitator di Bilik Damai Lembaga Adat Melayu (LAM) Pekanbaru, disaksikan keluarga kedua belah pihak, penyidik, serta tokoh masyarakat.
"Perdamaian tersebut berjalan secara sukarela dan tanpa paksaan," pungkasnya.