BENGKALIS (RA) - Polemik gugatan perdata senilai Rp103 miliar antara dosen Suharyono terhadap Politeknik Negeri Bengkalis (Polbeng) memasuki babak baru.
Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis memutuskan tidak berwenang mengadili perkara tersebut karena dinilai masuk ranah Tata Usaha Negara (TUN).
Menanggapi putusan sela tersebut, Direktur Polbeng, Johny Custer, menegaskan pihaknya menghormati keputusan pengadilan dan siap mengikuti proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika perkara berlanjut.
"Terkait ranah PTUN, kami dari Polbeng akan mengikuti dan taat terhadap peraturan yang berlaku," kata Johny Custer kepada Riauaktual.com, Selasa (21/10/2025).
Johny menegaskan, Polbeng selalu menjunjung prinsip transparansi dan tata kelola yang baik dalam setiap proses administrasi akademik.
"Kami percaya seluruh pihak akan menghormati mekanisme hukum yang berlaku. Polbeng tetap fokus pada pengembangan pendidikan vokasi," tegasnya.
Putusan sela PN Bengkalis dibacakan pada Rabu (15/10/2025). Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan gugatan Suharyono bukan perkara perdata, karena objek sengketa berupa Surat Keputusan (SK) kenaikan pangkat termasuk produk Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual, dan final.
Humas PN Bengkalis Mas Toha Wiku Aji menjelaskan, majelis menilai Senat Polbeng termasuk pejabat TUN karena menjalankan fungsi pemerintahan di bidang pendidikan.
"Karena SK kenaikan pangkat termasuk objek TUN, maka sengketa ini timbul dari proses hukum administrasi, bukan perdata," ujar Mas Toha, Minggu (19/10/2025).
Majelis juga mengacu pada Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019, yang menegaskan bahwa perkara dengan objek sengketa berupa keputusan administrasi negara harus diperiksa oleh PTUN.
Atas dasar itu, PN Bengkalis mengabulkan eksepsi tergugat dan menyatakan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
Sebelumnya, dosen Polbeng Suharyono mengajukan gugatan perdata Nomor 34/Pdt.G/2025/PN Bls. Dia menuntut ganti rugi Rp3,6 miliar (materiil) dan Rp100 miliar (immateriil) terhadap 33 pihak tergugat, termasuk unsur pimpinan dan anggota Senat Polbeng.
Kuasa hukumnya, Dr. Parlindungan, menyebut kliennya telah memenuhi seluruh syarat kenaikan jabatan ke Lektor Kepala, dengan angka kredit 828,5 poin, jauh di atas batas minimal 700 poin.
"Klien kami sudah memenuhi seluruh beban kerja, bahkan laporan kinerjanya menunjukkan 15,95 SKS. Tapi Senat menunda usulan kenaikan pangkat tanpa dasar hukum yang jelas," tegas Parlindungan.
Sebelum menggugat, Suharyono disebut sudah berupaya menyelesaikan masalah secara internal lewat rapat dengan manajemen dan Senat kampus pada 22 April 2025, namun hasil rapat tersebut tidak pernah diberikan secara tertulis dengan alasan “dokumen internal.”