September Penuh Damai, PN Teluk Kuantan Rekatkan Korban dan Pelaku dengan Restorative Justice

Jumat, 10 Oktober 2025 | 12:33:30 WIB
Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, berhasil mendamaikan korban dan pelaku dalam delapan perkara pidana berbeda.

KUANSING (RA) - Tidak semua tindak kejahatan lahir dari niat jahat. Ada kisah lain yang kerap luput terdengar (tentang himpitan ekonomi, keterbatasan pilihan, atau sekadar mengikuti dorongan sesaat ketika kesempatan muncul).

Dari sana, selalu ada pihak yang menjadi korban: kehilangan harta, nama baik, atau rasa aman.

Di sinilah Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ) mengambil peran. Pendekatan ini mengajak semua pihak melihat peristiwa pidana bukan hanya dari sisi pelaku, tetapi juga dari konteks dan hubungan kemanusiaan yang melingkupinya.

Bahwa pemulihan, bukan sekadar hukuman, juga bisa menjadi jalan menuju keadilan.

Selama bulan September 2025, Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, berhasil mendamaikan korban dan pelaku dalam delapan perkara pidana berbeda.

Kasus-kasus itu terdiri dari tujuh perkara pencurian dan satu perkara pembakaran rumah, sebagaimana disampaikan oleh Juru Bicara PN Teluk Kuantan, Aulia Rifqi Hidayat, S.H., Jumat (10/10/2025).

Menurut Aulia, sebagian besar perkara pencurian itu memiliki modus serupa, seperti pencurian buah kelapa sawit, baik berondolan maupun tandan utuh.

Sementara perkara pembakaran rumah memiliki kisah yang menyayat hati (pelaku merupakan anak kandung yang tengah berseteru dengan ibunya, lalu kalap hingga mencoba membakar rumah orang tuanya sendiri).

Dari tujuh perkara pencurian, enam di antaranya diselesaikan dengan hukum acara pemeriksaan cepat, karena termasuk tindak pidana ringan dengan nilai kerugian di bawah Rp2,5 juta.

Perkara-perkara itu dipimpin oleh hakim tunggal, yaitu Riri Lastiar Situmorang dan Aulia Rifqi Hidayat, yang masing-masing berhasil mendamaikan dua perkara; serta M. Adli Hakim H dan Diana Widyawati, masing-masing satu perkara.

Satu perkara pencurian lainnya diperiksa dengan hukum acara biasa, dipimpin oleh Widya Helniha sebagai ketua majelis bersama Riri Lastiar Situmorang dan Aulia Rifqi Hidayat.

Sedangkan perkara pembakaran rumah dipimpin langsung oleh Ketua PN Teluk Kuantan, Subiar Teguh Wijaya, dengan anggota Riri Lastiar Situmorang dan Firman Novianto.

Seluruh proses perdamaian berlangsung di ruang sidang terbuka. Setelah dakwaan dibacakan oleh jaksa, hakim menanyakan apakah terdakwa mengakui perbuatannya.

Restorative Justice hanya dapat diterapkan jika terdakwa bersedia mengaku bersalah dan meminta maaf kepada korban.

Bila korban juga bersedia memaafkan, maka perdamaian dituangkan dalam perjanjian tertulis yang menjadi bagian dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.

"Dalam memandu sidang menuju perdamaian, hakim dituntut punya kemampuan komunikasi yang lembut dan persuasif. Ajakan damai tidak boleh lahir dari tekanan, tapi dari sentuhan hati," ungkap Aulia.

Aulia menambahkan, perdamaian dalam perkara pidana bukan berarti menghapus hukumannya.

Jika unsur pasal terbukti, terdakwa tetap dinyatakan bersalah, namun putusan pidananya dapat diringankan, misalnya dijatuhi pidana bersyarat atau percobaan.

"Kalau kebahagiaan petani adalah saat buahnya panen, maka kebahagiaan tertinggi bagi hakim adalah ketika para pihak bersedia berdamai," tutup Aulia.

Tags

Terkini

Terpopuler