INHIL (RA) - Ribuan batang kelapa yang dulu jadi penopang hidup warga Desa Kuala Selat, Kecamatan Kateman, Indragiri Hilir (Inhil), kini hanya tinggal tunggul.
Sedikitnya 1.600 hektar kebun kelapa habis diterjang abrasi setelah tanggul desa jebol pada 2021.
Bencana itu meninggalkan luka panjang. Pohon mati, petani kehilangan sumber penghasilan.
Banyak keluarga terpaksa banting setir menjadi nelayan tangkap dengan pendapatan jauh lebih kecil.
Kepala Desa Kuala Selat, Nurjaya, masih ingat jelas masa-masa itu.
"Dulu, dari 2,5 hektar kebun bisa panen 15 ribu butir kelapa. Kalau harga per butir Rp5.000, setahun bisa dapat Rp200 juta. Sekarang sudah habis, kami beralih jadi nelayan dengan hasil jauh lebih kecil," ujarnya, Kamis (25/9/2025) saat ditemui.
Dampaknya, kesejahteraan warga langsung terjun bebas. Dari semula hidup cukup, kini banyak yang harus bergantung pada zakat.
Ratusan anak pun terpaksa putus sekolah karena orang tua tak lagi mampu membiayai pendidikan.
Meski kondisi sulit, warga tak menyerah. Mereka menemukan secercah harapan baru "hutan mangrove".
Rehabilitasi mulai digalakkan, bukan hanya oleh kaum lelaki, tapi juga perempuan.
Di Kuala Selat, belasan ibu rumah tangga bergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Mekar Bersama yang dipimpin R. Nurizawati.
Mereka mengurus pembibitan, menyiapkan lahan, hingga mengangkut bahan tanam.
"Tantangan paling berat itu di lokasi pengkayaan. Banyak ular, semut api, lebah, bahkan gelombang pasang. Tapi kami tetap jalan," kata Nurizawati.
Sementara para bapak dan anak-anak menanam bibit serta membersihkan sampah yang terbawa arus laut.
"Kalau mangrove berhasil, pantai hijau lagi, dan anak-anak kami punya harapan sekolah," tambahnya.
Selain Mekar Bersama, ada juga KTH Selat Berseri yang dipimpin Purwanto. Ia bercerita medan yang mereka hadapi tak kalah berat.
"Kami harus melangsir bambu di atas lumpur. Susah sekali. Ditambah ada ikan berduri berbisa dan ular. Tapi demi masa depan desa, kami jalani," ungkapnya.
Kerja keras itu mulai menampakkan hasil. Garis pantai yang dulu gundul kini perlahan menghijau. Ekosistem laut ikut pulih, kepiting, udang, hingga kerang darah mulai bermunculan.
Warga pun mulai melirik peluang baru. Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Madu Kelulut Sejahtera, Husni Tamrin, sudah mengembangkan budidaya lebah kelulut.
"Sekali sebulan bisa panen madu. Penjualannya masih sebatas desa, tapi ini awal yang baik," katanya.
Ibu-ibu desa juga tergerak untuk mengolah produk turunan mangrove dan hasil laut menjadi sirup, kerupuk, hingga ikan asin.
Sayangnya, keterbatasan modal dan alat produksi membuat usaha ini belum bisa berkembang lebih besar.
"Kalau ada dukungan, usaha ini bisa lebih maju," ujar Nurizawati penuh harap.
Dari sisi pemerintah, rehabilitasi mangrove dianggap jalan satu-satunya.
Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan BPDAS Indragiri Rokan, Arif Adi Suhastyo, menegaskan, kebun kelapa yang sudah terendam air laut tak mungkin lagi dipulihkan.
"Satu-satunya cara ya rehabilitasi mangrove," tegasnya.
Menurutnya, alih fungsi dari kebun kelapa ke hutan mangrove bisa menyelamatkan 3.000 hektar kebun yang masih tersisa.
Selain itu, mangrove juga membuka peluang ekonomi baru, mulai dari olahan pangan hingga ekowisata.
Dukungan lebih besar datang dari program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) yang didukung Bank Dunia. Di Kuala Selat, program ini menargetkan rehabilitasi 429 hektar pesisir.
"Sebanyak 1.600 hektar kebun kelapa masyarakat habis mati keseluruhannya. Itu tidak bisa dipulihkan kecuali dengan rehabilitasi mangrove," kata PPIU Manager M4CR Provinsi Riau, Arif Fahrurozi.
Sejak 2024, rehabilitasi di desa ini sudah berjalan di 124 hektar. Sisanya, 324 hektar lagi dikerjakan sepanjang tahun ini. Targetnya, sabuk hijau mangrove bisa tumbuh kokoh melindungi desa dari abrasi.
Bagi warga Kuala Selat, semua itu bukan sekadar data di atas kertas. Mereka percaya mangrove adalah satu-satunya benteng hidup sekaligus peluang masa depan.
"Mangrove ini bukan hanya pelindung pantai, tapi juga harapan untuk ekonomi desa. Kami bertahan di lumpur karena percaya ada masa depan," kata Nurizawati.