JAKARTA (RA) - Anggota Komisi IX DPR RI Ade Rezki Pratama menyoroti minimnya anggaran untuk perlindungan dan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Padahal, ia menegaskan, kontribusi PMI terhadap perekonomian nasional sangat besar, bahkan jadi penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas.
"Kami kira hari ini Pak Menteri, ini kesempatan yang baik bagi kita semuanya bagaimana Astacita Presiden membuka lapangan pekerjaan, menyerap tenaga kerja baru, dan menciptakan lapangan kerja sebesar-besarnya," kata Ade dalam rapat kerja dengan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (8/9/2025) kemarin.
Ade mengungkap, program orientasi pra-pemberangkatan (OPP) PMI hanya menargetkan 5 ribu orang dengan anggaran Rp10,5 miliar. Padahal kebutuhan sebenarnya mencapai 23 ribu orang dengan anggaran Rp35,8 miliar. Menurutnya, gap ini bisa membuka celah PMI nonprosedural.
"Bagaimana strategi KP2MI mengantisipasi maraknya kasus PMI nonprosedural? Walaupun kami juga melihat KP2MI sudah berkolaborasi dengan aparat penegak hukum, tapi celahnya masih ada," tegasnya.
Ia juga menyoroti anggaran Ditjen Perlindungan PMI yang hanya Rp7 miliar, jauh dari kebutuhan Rp232 miliar. Menurutnya, fungsi perlindungan harus jadi prioritas karena kasus pelanggaran terhadap PMI masih tinggi.
"Bagaimana Pak Menteri menjamin efektivitas anggaran, sementara kebutuhan lapangan jauh lebih besar?" tanya Ade.
Selain itu, DPR juga menyoroti rencana penguatan atase perlindungan PMI di 15 negara dengan anggaran Rp121 miliar. Ade meminta prioritas negara tujuan harus tepat sasaran.
"Apakah negara-negara yang diprioritaskan ini sudah sesuai dengan konsentrasi pekerja migran kita? Karena ada beberapa negara dengan kerawanan tinggi yang harus jadi perhatian khusus," pungkasnya.