RIAUAKTUAL (RA) - Gen Z kini semakin mendominasi dunia kerja, namun juga kerap disebut sebagai generasi paling menantang untuk diajak bekerja sama. Fenomena ini terlihat dari berbagai survei yang menyoroti tingkat pemecatan yang tinggi terhadap pekerja muda ini.
Salah satu kasus yang sempat ramai dibicarakan adalah pemecatan seorang makeup artist MAC di bandara LAX, Amerika Serikat. Pekerja Gen Z itu diberhentikan setelah mengunggah video "day in the life" di TikTok yang menampilkan hal-hal sensitif, seperti kartu identitas, detail laci kas, jadwal kerja, hingga interaksi dengan pelanggan. Konten tersebut dianggap melanggar standar profesionalitas dan keamanan, sehingga berujung pada pemecatan.
Menurut survei Resume Genius tahun 2024, sebanyak 45% manajer perekrutan menyebut Gen Z, mereka yang lahir setelah 1997, sebagai generasi paling sulit untuk diajak bekerja sama. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan 26% yang menunjuk milenial, 13% Gen X, dan 9% Baby Boomer.
Hasil serupa muncul dalam survei Resume Builder tahun 2023. Sebanyak 74% manajer menggambarkan Gen Z sebagai generasi paling sulit ditangani. Bahkan, 59% mengaku pernah memecat karyawan Gen Z, dengan 1 dari 5 mengaku melakukannya hanya dalam waktu seminggu setelah perekrutan, dan 27% lainnya dalam satu bulan pertama.
Menurut survei Resume Builder, ini alasan utama Gen Z dipecat:
- Kurang keterampilan teknologi (39%)
- Kurang usaha (37%)
- Kurang motivasi (37%)
- Kurang produktivitas (37%)
- Mudah terdistraksi (36%)
- Keterampilan komunikasi buruk (36%)
- Mudah tersinggung (35%)
Meski mendapat banyak kritik, sejumlah ahli menilai Gen Z juga membawa hal positif ke tempat kerja.
"Dibandingkan generasi lain, Gen Z sangat inovatif dan adaptif. Mereka berani menantang status quo serta membawa ide-ide baru. Namun, mereka bisa meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal agar mampu membangun hubungan kerja yang lebih kuat," ujar Adam Garfield, Direktur Pemasaran Hairbro kepada Resume Builder.
Geoffrey Scott, Senior Hiring Manager di Resume Genius, menambahkan bahwa Gen Z memiliki potensi di dunia kerja.
"Gen Z mungkin memiliki reputasi yang kurang baik, tetapi mereka punya potensi untuk mentransformasi dunia kerja. Mereka tidak datang untuk merusak, melainkan membawa ide-ide segar yang dapat merevitalisasi perusahaan," ujarnya.
Fenomena benturan antar-generasi di tempat kerja bukanlah hal yang hanya terjadi pada Gen Z. Pada 2010-an, survei Robert Walters mengungkap bahwa milenial juga sempat dianggap generasi paling "tidak sabar" karena mengejar kemajuan karier terlalu cepat.
"Hampir 60 persen pekerja mengaku pernah mengalami konflik antar-generasi di tempat kerja. Dengan bertambahnya jumlah milenial saat itu, kolaborasi lintas generasi menjadi semakin penting," ungkap Chris Hickey, CEO Robert Walters.
Lalu apa yang diinginkan Gen Z di dunia kerja? Survei Resume.io pada Juni 2025 menunjukkan Gen Z memiliki ekspektasi yang berbeda soal dunia kerja. Sebanyak 30% responden menilai penerapan sistem kerja empat hari sepekan adalah benefit terpenting. Mereka juga menekankan pentingnya ruang rekreasi di kantor, dukungan bagi karyawan neurodiverse, serta lingkungan kerja yang inklusif.
"Advokasi kuat terhadap inklusivitas ini menandakan masa depan dunia kerja yang lebih menekankan kesetaraan, aksesibilitas, dan kesejahteraan," tulis Bethany Watson dari Resume.io.