PEKANBARU (RA) - Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) bersama Nonblok Ekosistem, Sikukeluang, Heal Indonesia, Akar Ilalang, Arasati Hakiki, dan Semacam Lab menggelar Majelis Gajah di Rumah Nonblok Ekosistem, Pekanbaru, Selasa malam (12/8/2025), untuk memperingati Global Elephant Day atau Hari Gajah Sedunia.
Kegiatan mengusung tema nasional “Gajah Harga Diri Sumatera”, yang menegaskan bahwa perlindungan gajah berarti menjaga kehormatan dan identitas ekologis pulau Sumatera.
Acara dibuka dengan pemutaran film dokumenter PULANG produksi FKGI, yang menggambarkan konflik gajah-manusia akibat alih fungsi hutan. Dilanjutkan pembacaan puisi “Pusat Perhatian Gajah” oleh Riang Gembira, bocah enam tahun, yang mengisahkan penyelamatan anak gajah bernama Togar dari jerat buatan manusia hingga pulih di Pusat Latihan Gajah Minas.
Dalam sesi diskusi, Yuliantoni dari FKGI memaparkan kondisi kritis gajah di Riau, khususnya di kantong habitat Taman Nasional Tesso Nilo, yang terus terancam perambahan hutan.
“Tesso Nilo adalah salah satu kantong gajah terpenting di Sumatera, namun tekanannya sangat tinggi,” ujarnya.
AKBP Nasruddin dari Polda Riau menyebut pada 2025 terdapat 48 kasus pembukaan lahan di kawasan hutan.
“Ini jelas mengancam habitat gajah. Sinergi semua pihak diperlukan agar manusia dan gajah dapat hidup berdampingan,” tegasnya.
Ujang Holisudin dari Balai Besar KSDA Riau menekankan perlunya membangun narasi positif bahwa gajah bukan hama.
Sementara seniman Nonblok Ekosistem, Adhari Donora, memandang gajah sebagai simbol kekuatan dan keteguhan, serta menilai seni dapat menjadi sarana membentuk kesadaran publik.
Ketua FKGI, Donny Gunaryadi, menyampaikan populasi gajah sumatera kini diperkirakan kurang dari 1.000 ekor di alam liar dengan status Critically Endangered.
"Dalam 50-75 tahun terakhir, sekitar 70% habitat potensialnya hilang akibat alih fungsi hutan, pembangunan, dan perburuan," terang Donny.
Ia mengapresiasi langkah pemerintah mengembalikan 81.000 hektare kawasan hutan di Tesso Nilo dan Bukit Tigapuluh untuk habitat gajah, namun menegaskan perlunya pengawalan berkelanjutan.
Acara ditutup dengan lagu bertema kematian gajah akibat peracunan, dibawakan Ibnu Shem, yang menyampaikan pesan bahwa melindungi gajah berarti melindungi masa depan manusia.