JAKARTA (RA) – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan IKL, Presiden Direktur PT Sritex Group Indonesia sekaligus mantan Wakil Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari sejumlah bank daerah kepada PT Sritex dan anak perusahaannya.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, mengungkapkan, penetapan tersangka dilakukan oleh Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) pada Rabu (13/8/2025), setelah penyidik menemukan bukti yang cukup terkait perbuatan melawan hukum dalam pemberian kredit tersebut.
"Berdasarkan hasil penyidikan, tersangka IKL diduga terlibat langsung dalam proses pengajuan dan penarikan kredit yang tidak sesuai peruntukan, termasuk penggunaan dokumen fiktif," ujar Anang, Rabu malam.
Anang menjelaskan, dalam kapasitasnya sebagai Wakil Direktur Utama PT Sritex periode 2012–2023, IKL diduga melakukan sejumlah tindakan untuk memperlancar proses pemberian kredit dari sejumlah bank daerah.
Di antaranya adalah menandatangani surat permohonan kredit modal kerja dan investasi kepada Bank Jateng pada 2019 yang tidak sesuai peruntukan.
Kemudian menandatangani akta perjanjian kredit dengan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) pada 2020, meski mengetahui peruntukannya tidak sesuai perjanjian. IKL juga diduga turut mengajukan penarikan kredit ke Bank BJB dengan melampirkan invoice dan faktur yang diduga fiktif.
Kejagung menyebut, pemberian kredit secara melawan hukum oleh Bank BJB, Bank DKI, dan Bank Jateng kepada PT Sritex menyebabkan potensi kerugian negara sebesar Rp1.088.650.808.028. Angka ini masih dalam proses verifikasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Lebih lanjut, Anang mengatakan, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, IKL ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Perintah Penahanan tertanggal 13 Agustus 2025.
"Langkah penahanan dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan dan menghindari adanya upaya menghilangkan barang bukti," pungkasnya.