JAKARTA (RA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus mengumpulkan keterangan dari para saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018 hingga 2023.
Kejagung melalui Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) juga kembali memeriksa enam orang saksi terkait kasus tersebut, Selasa (12/8/2025).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengungkapkan, keenam saksi tersebut didominasi berasal dari petinggi Pertamina serta SKK Migas.
Di antaranya adalah LYSH selaku Manager Supply Chain Monitoring and Deviatin Management PT Pertamina (Persero), RR selaku Chief HPO PT Kilang Pertamina Internasional periode Oktober 2020 s.d. 2023, RP selaku Analyst Crude Oil Domestic Trading PT Pertamina (Persero) tahun 2020/Account Officer Crude & Gas PT Pertamina (Persero) periode 2020 s.d. 2021.
Kemudian RS selaku Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, AAM selaku Direktur Saka Indonesia Pangkah Limited, serta BP selaku Manager Fuel Supply Chain Operation PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023.
"Pemeriksaan keenam saksi ini untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara atas nama tersangka HW dan kawan-kawan," ujar Anang.
Dalam perkara ini, Kejagung sebelumnya telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Mereka terdiri atas pejabat strategis Pertamina dan pelaku usaha yang diduga terlibat langsung dalam praktik korupsi, termasuk manipulasi dalam proses perencanaan, pengadaan, sewa terminal, serta kapal pengangkut minyak mentah dan BBM.
Para tersangka tersebut meliputi AN, mantan VP Supply & Distribution dan eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga; HB, mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina; TN, mantan SVP Integrated Supply Chain Pertamina yang kini menjabat Dirut PT Industri Baterai Indonesia; serta DS, eks VP Crude & Product Trading ISC.
Selain itu, terdapat nama AS dari PT Pertamina International Shipping, HW sebagai mantan SVP Integrated Supply Chain Pertamina, MH dari perusahaan migas asing Trafigura, IP dari PT Mahameru Kencana Abadi, dan MRC, pengusaha yang diketahui sebagai pemilik manfaat dua perusahaan swasta yakni PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak.
Nilai kerugian yang ditimbulkan dari skandal ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp285 triliun. Jumlah tersebut mencakup kerugian keuangan negara maupun kerugian terhadap perekonomian nasional akibat tata kelola energi yang bermasalah.