Diduga Rusak Lingkungan, Lima Perusahaan di Riau Dilaporkan ke Polisi

Selasa, 05 Agustus 2025 | 11:40:49 WIB
Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, secara resmi mengadukan lima korporasi yang diduga terlibat karhutla kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.

PEKANBARU (RA) - Langkah serius ditunjukkan oleh jaringan masyarakat sipil Jikalahari dalam mendorong penegakan hukum terhadap pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau.

Senin (4/8/2025), Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, secara resmi mengadukan lima korporasi yang diduga terlibat karhutla kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.

Laporan diterima langsung oleh Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, didampingi Wadir AKBP Basa Emden Banjarnahor.

Dalam pertemuan tersebut, Jikalahari menyerahkan dokumen berisi data dan hasil pemantauan lapangan terkait kebakaran yang melanda wilayah konsesi perusahaan sepanjang Juli 2025.

"Tadi mereka menyerahkan dumas-nya (pengaduan masyarakat), dan akan segera kami tindak lanjuti. Proses awal tentu kita lakukan penyelidikan terlebih dahulu," ujar Kombes Ade, Selasa (5/8/20205).

Kelima perusahaan yang dilaporkan Jikalahari adalah PT Arara Abadi di Rokan Hilir, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pelalawan, PT Ruas Utama Jaya (RUJ) di Dumai, PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI) di Kampar Kiri, serta PT Selaras Abadi Utama (SAU) di Pelalawan.

Menurut Okto, laporan tersebut didasarkan pada hasil analisis citra satelit, temuan titik panas (hotspot), serta pengecekan langsung di lapangan selama 17–27 Juli 2025.

Dari pemantauan tersebut, Jikalahari menemukan bahwa kebakaran terjadi di dalam areal konsesi lima korporasi dengan total luas mencapai 179 hektare.

"Kebakaran ini berdampak pada penurunan kualitas udara di Riau. Berdasarkan data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), kualitas udara saat itu masuk kategori ‘Sangat Tidak Sehat’," ujar Okto.

Okto menambahkan, sebagian besar kebakaran terjadi di lahan gambut dan wilayah prioritas restorasi, bahkan terdapat tegakan hutan alam yang turut terbakar. Jikalahari juga mencatat tidak adanya menara pemantau api dan minimnya sarana pengendalian karhutla di lokasi kejadian.

"Ketidaksiapan perusahaan menjaga arealnya bisa dianggap kelalaian atau bahkan kesengajaan. Padahal, korporasi memiliki tanggung jawab hukum untuk mencegah kerusakan lingkungan," tegas Okto.

Okto menyebut tindakan para korporasi tersebut berpotensi melanggar Pasal 98 atau Pasal 99 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Atas diterimanya laporan tersebut, Jikalahari menyampaikan apresiasi kepada Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan yang telah membuka ruang partisipasi publik melalui program Green Policing.

"Jikalahari mengucapkan terima kasih kepada Kapolda Riau atas komitmennya dalam mendorong penegakan hukum lingkungan. Laporan ini adalah bentuk partisipasi publik yang bertujuan untuk penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap pelaku karhutla," kata Okto.

Tags

Terkini

Terpopuler