PEKANBARU (RA) - Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menjadi syarat penting bagi keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia masih sulit dijangkau oleh sebagian besar petani sawit swadaya di Provinsi Riau.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal DPP APKASINDO, Dr Eko Jaya Siallagan, yang menyebutkan bahwa legalitas lahan menjadi hambatan terbesar dalam proses percepatan ISPO di tingkat petani.
"Mayoritas petani sawit swadaya di Riau belum memiliki legalitas formal seperti Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) dan masih ada kebun yang berada di dalam kawasan hutan, ini menjadi kendala utama," ungkap Eko, Jumat (1/8/2025).
Menurutnya, meskipun pemerintah bersama APKASINDO telah menginisiasi berbagai upaya seperti program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), percepatan STDB, serta pendampingan intensif yang melibatkan perusahaan inti, hasil di lapangan masih belum maksimal.
"Pendampingan teknis dari pemerintah, lembaga swasta, alumni BPDPKS, aparat hukum, hingga mitra seperti Solidaridad Indonesia memang berjalan, tapi belum mampu menembus tantangan legalitas dan administrasi yang kompleks," jelasnya.
Eko menilai perluasan dan peningkatan pendampingan kepada petani sangat mendesak, dengan fokus utama pada penyelesaian legal formal lahan dan penguatan kelembagaan jangka panjang yang mendukung sertifikasi ISPO.
ISPO sendiri merupakan kebijakan nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2025 tentang Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan. Kebijakan ini menjadi kerangka hukum bagi upaya memperkuat daya saing minyak sawit Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.
Eko menyambut baik kehadiran Perpres tersebut, khususnya terkait skema pembiayaan sertifikasi ISPO yang kini ditanggung oleh pemerintah. Ia optimistis kebijakan ini akan mempercepat sertifikasi ISPO di Riau.
"Pembiayaan ISPO yang sudah dijelaskan dalam Perpres seharusnya menjadi titik balik. Jika diimplementasikan dengan serius, bisa mendorong percepatan ISPO di kalangan petani swadaya," ujar Eko yang juga merupakan auditor ISPO.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa realisasi pembiayaan langsung bagi petani sawit swadaya masih belum merata. Akses terhadap dana sertifikasi kerap terganjal oleh proses rekomendasi yang panjang serta kerumitan administratif yang belum terurai.
"Meski BPDPKS mendukung pelatihan dan penguatan SDM melalui program Bimtek dan PSR, akses ke pendanaan sertifikasi masih sangat terbatas," tutupnya.