JAKARTA (RA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) untuk kembali duduk bersama membahas secara mendalam dan objektif terkait pendaftaran empat pulau di Aceh yang kini tercatat dalam administrasi Provinsi Sumut.
Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Pernyataan ini disampaikan Zulfikar menyusul polemik atas terbitnya Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Meski keputusan administratif telah dikeluarkan, Zulfikar menilai perlunya evaluasi dan pembahasan ulang secara komprehensif, dengan melibatkan para ahli dari berbagai bidang.
"Langkah baiknya, walaupun itu sudah ada surat keputusan, Kemendagri, Pemda Aceh dan Pemda Sumut duduk bersama kembali, melakukan dialog dan kajian dari berbagai perspektif dengan melibatkan para ahli, dilakukan secara transparan dan objektif," ujar Zulfikar melalui keterangan tertulisnya, Minggu (15/6/2025).
Menurutnya, batas wilayah tidak hanya menyangkut persoalan spasial atau garis pada peta, melainkan juga mencerminkan ekspresi psikologis, sosial, budaya, politik, hingga ekonomi masyarakat di wilayah tersebut.
"Kalau ada ekspresi yang tercederai, itu bisa mendatangkan konflik. Padahal, batas wilayah itu justru ingin memastikan berbagai ekspresi itu tetap terjaga secara damai," jelas politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Zulfikar juga mengapresiasi pernyataan Gubernur dan sikap Kemendagri yang disebutnya cukup responsif. Namun, ia menekankan perlunya proses dialog lanjutan yang menyeluruh, melibatkan instansi lain seperti lembaga informasi geografis, ahli topografi, dan mungkin juga Tim Review Wilayah dan Penetapan Nasional (TRWPN).
“Menurut saya ada tahapan yang belum dilakukan dan ada semangat yang bisa jadi terlupakan. Yakni tahapan saintifik dan semangat keterbukaan yang objektif,” tambahnya.
Ia berharap, pembahasan ulang ini menjadi momen pembelajaran untuk penyelesaian batas wilayah yang lebih luas di Indonesia, mengingat masih banyak daerah, termasuk tingkat desa, yang menghadapi ketidakjelasan batas administratif.
“Keputusan itu bisa dikoreksi, bisa ditinjau, itu bagian dari administrasi pemerintahan kita. Yang penting duduk bersama, dialog, kajian yang ilmiah, melibatkan para ahli dengan semangat objektif,” ujarnya.