JAKARTA (RA) - Dalam tiga bulan terakhir, harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) mengalami penurunan yang perlahan namun konsisten.
Hal ini memunculkan tanda tanya besar, mengingat produksi CPO nasional sedang menurun dan permintaan global tetap stabil bahkan cenderung meningkat. Secara teori ekonomi, kondisi ini seharusnya mendorong harga naik. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Dr. Gulat ME Manurung, mengungkapkan bahwa anomali ini terjadi akibat carut-marutnya sistem penetapan harga CPO di Indonesia yang tidak lagi mengacu pada prinsip pasar yang adil dan transparan.
"Ada masalah serius pada rujukan harga CPO kita. Pertama, seharusnya bursa CPO itu hanya satu, tidak boleh ada dua atau tiga. Saat ini, Indonesia malah punya beberapa rujukan harga," ungkap Gulat, Minggu (11/5/2025).
Menurutnya, kehadiran lebih dari satu bursa membuat pasar tidak punya acuan yang jelas, sehingga harga mudah dimanipulasi. Masalah kian pelik ketika penyelenggara bursa juga berperan sebagai pembeli atau pengguna CPO.
"Kalau penyelenggara bursa juga pemain, tentu dia akan menekan harga serendah mungkin supaya bisa membeli murah. Ini jelas merusak pasar," tegas Gulat.
Tak hanya itu, Gulat juga menyoroti sistem tender yang selama ini diterapkan. Menurutnya, tender pembelian CPO masih bersifat terbatas dan tidak terbuka, sehingga mekanisme pasar tidak bekerja secara optimal.
"Ketiga faktor ini, bursa lebih dari satu, penyelenggara yang ikut bermain, dan sistem tender terbatas, adalah penyebab utama penurunan harga CPO saat ini," lanjutnya.
Gulat mengaku sudah menyampaikan permasalahan ini kepada Kementerian Perdagangan dan kementerian terkait. Ia mendesak agar pemerintah konsisten hanya mengakui satu bursa resmi, yaitu Bursa CPO Indonesia yang diselenggarakan oleh ICDX (Indonesia Commodity and Derivatives Exchange).
"Sayangnya, di akhir masa jabatan presiden kemarin, malah keluar izin baru untuk bursa CPO lain. Akibatnya ya seperti sekarang, harga tidak karuan," ujar Gulat.
Dia juga mengungkapkan bahwa kondisi ini berpengaruh terhadap para petani sawit. "Jelas berpengaruh. Harga CPO itu kiblat dari harga TBS petani. Kalau harga CPO turun, ambruk lah harga TBS petani," ujarnya.
Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah menjadikan Bursa CPO Indonesia yang dikelola oleh ICDX sebagai satu-satunya rujukan harga CPO. Sehingga petani juga mendapatkan kepastian harga yang adil.
"Hanya Bursa CPO Indonesia yang penyelenggaranya buka pemain atau pengguna CPO, tapi hanya penyelenggara saja. Melalui Bursa CPO Indonesia juga, cara kita mempatenkan kepada dunia bahwa kita punya konsep yang sangat penting menjaga stabilitas harga dari hulu sampai ke hilir," tutupnya.