BENGKALIS (RA) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengabulkan permohonan penghentian penuntutan melalui mekanisme restorative justice (RJ) terhadap perkara tindak pidana kekerasan terhadap anak dengan tersangka berinisial SH alias MS.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bengkalis, Sri Odit Megonondo, melalui Kepala Seksi Intelijen, Resky Pradhana Romli.
Ia menyampaikan bahwa keputusan penghentian penuntutan tersebut disetujui setelah dilakukan ekspose perkara melalui video conference bersama Jampidum yang diwakili oleh Plt. Direktur C, Nur Aisyah, pada Kamis (8/5/2025) di Ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejari Bengkalis.
"Perkara yang diajukan adalah tindak pidana kekerasan terhadap anak, dengan tersangka berinisial SH alias MS," ujar Resky Pradhana Romli saat dikonfirmasi, Jumat (10/5/2025).
Resky menjelaskan bahwa SH alias MS diduga melanggar Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016.
Permohonan restorative justice tersebut dikabulkan setelah mempertimbangkan sejumlah aspek. Di antaranya adalah bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, telah meminta maaf secara langsung kepada korban, serta telah menjalani sanksi sosial berupa membersihkan rumah ibadah selama dua bulan.
"Korban maupun keluarga korban juga telah memaafkan tersangka secara terbuka, dan hal ini diperkuat dengan dukungan dari masyarakat sekitar," tambah Resky.
Tersangka juga telah membuat surat pernyataan yang berisi komitmen untuk tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
"Restorative justice bukan berarti memaafkan pelaku untuk kembali berbuat salah, tetapi mengedepankan sisi kemanusiaan dalam penegakan hukum yang adil dan menyeluruh," tegas Resky.
Langkah Kejari Bengkalis ini merujuk pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Pendekatan ini menandai komitmen Kejaksaan dalam menghadirkan keadilan substantif yang berpihak kepada penyelesaian konflik sosial secara damai.
"Melalui pendekatan RJ ini, kami ingin menunjukkan bahwa hukum juga bisa menyembuhkan luka sosial, bukan hanya menghukum," tutup Resky Pradhana Romli.