PEKANBARU (RA) - Pemerintah Kota Pekanbaru resmi menurunkan tarif parkir setelah Wali Kota Agung Nugroho menandatangani Peraturan Wali Kota (Perwako) Nomor 2 Tahun 2025 pada hari pelantikannya, Kamis (20/2/2025) lalu. Kebijakan ini menetapkan tarif parkir kendaraan roda dua menjadi Rp1.000 dan roda empat Rp2.000 per sekali parkir.
Agung menegaskan bahwa penurunan tarif parkir ini merupakan langkah awal dalam upaya memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
"Alhamdulillah, sesuai janji kami, tak perlu menunggu lama. Begitu sah sebagai Wali Kota, saat ini juga kami teken Perwako parkir ini," ujarnya.
Namun, kebijakan ini menuai kontroversi terkait legalitasnya. Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Pekanbaru, Viktor Parulian, menyatakan dukungannya terhadap penurunan tarif parkir, tetapi mengingatkan bahwa kebijakan tersebut harus berlandaskan regulasi yang ada.
Ia menyoroti bahwa Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah mengatur tarif parkir, sehingga Perwako tidak boleh bertentangan dengan Perda.
Viktor menekankan pentingnya komunikasi antara Wali Kota dan DPRD sebelum menerapkan kebijakan ini. Ia juga mengingatkan bahwa sistem parkir di Pekanbaru sudah memiliki kontrak kerja sama dengan pihak ketiga, sehingga keputusan yang diambil tanpa koordinasi berisiko menimbulkan sengketa hukum.
Menanggapi hal ini, pengamat politik dan kebijakan publik dari Universitas Lancang Kuning, Dr. M. Rawa El Amady, menilai langkah Wali Kota Pekanbaru sebagai kebijakan berbasis hukum progresif.
Menurutnya, hukum seharusnya tidak hanya menjadi teks dalam peraturan perundang-undangan, tetapi juga harus mencerminkan kehidupan masyarakat serta berorientasi pada perbaikan kesejahteraan publik.
"Hukum itu dibuat untuk memudahkan masyarakat dalam bernegara. Dalam antropologi hukum, hukum yang baik adalah hukum yang hidup di tengah masyarakat dan membawa manfaat bagi mereka," kata dia, Sabtu (8/3/2025).
Rawa menambahkan bahwa pemerintah yang baik adalah pemerintah yang melayani rakyat, termasuk dengan membatalkan aturan yang memberatkan masyarakat. Ia mengkritik pandangan yang hanya berpegang pada teks hukum tanpa mempertimbangkan tujuan hukum itu sendiri.
"Yang menganggap kebijakan ini bertentangan dengan kitab undang-undang sebenarnya terjebak dalam pemahaman hukum sebagai sekadar teks, bukan sebagai alat untuk kesejahteraan masyarakat. Produk hukum itu lahir dari proses politik, dan jika merugikan masyarakat, maka dapat diubah secara politis," jelasnya.
Keputusan Wali Kota Pekanbaru untuk menurunkan tarif parkir dinilainya sebagai langkah yang sudah berpihak kepada masyarakat.
"Ini adalah contoh kebijakan yang seharusnya diambil oleh pemerintah, yakni mengutamakan kesejahteraan warga dibanding kepentingan segelintir pihak," tutupnya.