RIAU (RA) – Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid menyoroti berbagai permasalahan keuangan di RSUD Arifin Achmad, termasuk utang rumah sakit yang mencapai ratusan miliar rupiah dan pendapatan yang tidak dapat diklaim ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Salah satu persoalan utama adalah selisih pendapat antara rumah sakit dan BPJS terkait tarif obat, yang menyebabkan pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebesar Rp455 miliar dalam kurun waktu 2020-2022 tidak bisa ditagihkan. Hal ini terjadi karena RSUD Arifin Achmad menggunakan obat dari vendor pihak ketiga, bukan yang direkomendasikan BPJS.
Selain itu, ditemukan kelebihan pembayaran jasa pelayanan (Jaspel) sebesar Rp3,8 miliar yang belum dikembalikan ke kas BLUD.
Menurut Gubernur, pembayaran insentif tenaga medis seharusnya berdasarkan realisasi pendapatan, bukan estimasi, agar tidak merugikan daerah.
Gubernur juga menyoroti utang rumah sakit yang membengkak hingga Rp130 miliar per akhir 2024, dengan Rp60 miliar di antaranya merupakan utang obat-obatan. Ia meminta agar masalah ini segera diselesaikan agar tidak berdampak pada pelayanan kesehatan masyarakat.
"Klaim BPJS yang belum dibayar sebesar Rp40,9 miliar seharusnya bisa membantu mengurangi utang rumah sakit. Yang perlu dicari solusinya adalah bagaimana utang ini tidak semakin bertambah," tegas Abdul Wahid, Rabu (5/3/2025).
Ia juga mempertanyakan mengapa RSUD Arifin Achmad masih mengalami kesulitan keuangan, padahal fasilitas dan operasionalnya didanai oleh APBD dan APBN.
"Saya heran, rumah sakit swasta saja bisa mandiri dalam beberapa tahun setelah berdiri. Sementara RSUD Arifin Achmad yang sudah mendapat dukungan pemerintah justru masih berutang. Ini harus segera diperbaiki," tegasnya.