Riauaktual.com - Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi peraturan perundang-undangan terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Desakan ini muncul seiring dengan meningkatnya kasus KDRT, termasuk yang tidak terekspos media karena keterbatasan akses dan hambatan sosial lainnya.
"Peningkatan kasus KDRT semakin mengkhawatirkan. Oleh karena itu, sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait KDRT harus menjadi prioritas bagi DPR dan pemerintah," ujar Nasir Djamil dalam Forum Legislasi bertema "Upaya DPR dan Pemerintah Tekan Kasus KDRT" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina Setyawan, juga menekankan pentingnya keberanian korban untuk melaporkan kasus KDRT yang mereka alami. Ia menegaskan bahwa pemerintah saat ini sangat fokus dalam memberikan pendampingan dan perlindungan bagi korban.
"Korban tidak perlu takut melapor. Pendampingan dan perlindungan bagi korban kini semakin ditingkatkan oleh pemerintah," ujar Arzeti melalui platform Zoom.
Arzeti juga mengingatkan agar korban tidak merasa bersalah atas kekerasan yang dialami, serta memastikan bahwa pemerintah akan memberikan pendampingan guna menghindari trauma atau rasa malu yang berlebihan.
Mintarsih Abdul Latief, seorang psikolog dari Universitas Indonesia, menyampaikan bahwa perlindungan terhadap perempuan sering kali dipengaruhi oleh kebijakan pemimpin negara.
"Negara yang dipimpin perempuan cenderung memberikan perlindungan lebih bagi perempuan, sementara negara yang dipimpin laki-laki seringkali lebih fokus pada kepentingan laki-laki," ujar Mintarsih.
Mintarsih juga menambahkan bahwa faktor ekonomi bukan satu-satunya penyebab KDRT.
"KDRT tidak selalu berkaitan dengan kondisi ekonomi. Bahkan, dalam situasi ekonomi stabil, individu masih dapat mengalami KDRT jika ada faktor subjektif lain yang mempengaruhi," jelasnya.
#DPR/MPR RI
#KDRT