PEKANBARU (RA) - Pengadilan Tipikor Pekanbaru mulai mengadili kasus dugaan korupsi yang menyeret dua pucuk pimpinan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), Rahman Akil dan Debby Riauma Sary. Keduanya hadir sebagai terdakwa dalam sidang perdana yang berlangsung pada Jumat (5/12/2025), dipimpin Majelis Hakim Delta Tamtama SH MH.
Rahman Akil saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT SPR, sementara Debby Riauma Sary merupakan Direktur Keuangan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) M Ihsan Awaljon Putra SH dan Yuliana Sari SH membeberkan dakwaan yang menyebut bahwa praktik korupsi itu berlangsung dalam rentang panjang, yakni sejak Juni 2008 hingga November 2015.
Permasalahan bermula saat PT SPR membentuk anak usaha bernama PT SPR Langgak pada 15 Oktober 2009. Dalam pengelolaan perusahaan serta proyek kerja sama pengelolaan wilayah kerja migas Langgak dengan Kingswood Capital Limited (KCL), Rahman dan Debby diduga menyalahgunakan kewenangan.
Kerja sama yang seharusnya menghasilkan keuntungan bagi daerah justru berubah menjadi sumber kerugian negara.
Menurut jaksa, kedua terdakwa melakukan penarikan dana dari kas maupun rekening perusahaan tanpa prosedur pengajuan anggaran yang sah serta tidak sesuai RKAP maupun RKAO. Uang tersebut kemudian dipakai untuk kepentingan pribadi.
"Penunjukan konsultan hukum dan keuangan dilakukan secara lisan tanpa didukung analisis kebutuhan yang semestinya," kata JPU dalam persidangan.
Tidak berhenti di situ, kedua terdakwa juga disebut memerintahkan pencatatan pendapatan atas over lifting serta kapitalisasi sebagian cost recovery dari biaya jasa konsultasi.
Langkah ini bertentangan dengan Standar Akuntansi Keuangan sehingga laba bersih perusahaan seolah tampak lebih tinggi. Motifnya, menurut jaksa, agar pembagian jasa produksi bisa ikut membesar.
Dari praktik tersebut, Rahman Akil diduga menikmati keuntungan pribadi sebesar Rp6,51 miliar, sementara Debby mengantongi Rp9,81 miliar.
Selain memperkaya diri, para terdakwa juga diduga mengalirkan uang kepada sejumlah pihak lain. Di antaranya Erwinta Marius (Rp4,39 miliar), Eko Sembodo (Rp2,9 miliar), Erwin Lubis (Rp1,8 miliar), Aji Sekarmarji/ACS Lawfirm (Rp1,3 miliar), Reno Rahmat Hajar (Rp1,1 miliar), serta RD Mas Edhie Munantio (Rp678 juta).
Sejumlah nama lain turut disebutkan menerima aliran dana, seperti Nurkhozin (Rp1,1 miliar), H Badarali Madjid (Rp691 juta), H Nurbay Jus (Rp569 juta), H Katijo Sempono (Rp369 juta), hingga karyawan PT SPR Langgak dengan total Rp1,1 miliar.
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI menemukan kerugian negara mencapai Rp33.296.257.959 ditambah USD 3.000 akibat perbuatan kedua terdakwa.
JPU mendakwa Rahman dan Debby melanggar Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menanggapi dakwaan itu, kedua terdakwa melalui tim kuasa hukumnya menyatakan akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Kamis (11/12/25) mendatang.
