Riauaktual.com - Aroma pekat gambut terbakar menyeruak menggelayuti hidung. Kabut asap tipis cukup untuk membuat mata pedih. Setidaknya itu yang dialami para pemudik dengan tujuan pinggiran Riau seperti Bengkalis, Sei Pakning, dan Dumai belum lama ini.
Meski sudah hampir empat tahun lamanya tidak pernah mencium aroma itu. Namun, memori masyarakat Riau masih begitu kuat dengan aroma menyengat tersebut. Jelas itu aroma kebakaran lahan. Aroma khas yang tentu tidak seenak aroma sate atau lemang bakar khas lebaran.
Dan hantu itu kembali lagi. Mimpi buruk lama yang sempat sirna terulang kembali. Bahkan, kejadiannya pas sekali saat momen lebaran tiba. Saat energi semua orang tersedot di kampung halaman. Saat semua petugas fokus pada pengamanan dan kelancaran.
Namun apa itu penyebab sebenarnya? Kenapa bisa kecolongan?
Sejatinya Riau berhasil lepas dari tali belenggu bencana tahunan tersebut. Riau punya pengalaman yang matang untuk itu.
Telah begitu banyak terobosan dan inovasi yang ditelurkan namun semuanya seolah balik ke setelan pabrik.
Memang. Cuaca Riau cukup panas akhir-akhir ini. Tapi, itu bukan penyebabnya. Dahulu juga cukup panas, tapi tak ada api dan asap.
Kali ini jelas ada asap. Dan tak ada asap kalau tak ada api.
Langkah Kapolda Riau yang langsung terbang meninjau lokasi kebakaran patut diapresiasi. Dengan begitu, dia tahu betapa mengerikannya Karhutla Riau itu sehingga tindakan tegas perlu segera diambil.
Jangan sampai Riau kembali memutih dan merusak paru-paru generasi bangsa. Jangan sampai kita kembali mendapat predikat pengekspor asap Karhutla. Cukuplah Riau menjadi pintu pengekspor para TKI ke negara tetangga.
Tugas berat sebenarnya sudah didepan mata. Penegakan hukum harus menjadi yang utama. Masyarakat Riau masih menunggu gebrakan Kapolda Iqbal karena bayang-bayang Kapolda sebelumnya yang berhasil membebaskan Riau dan menjaga langit tetap biru masih begitu indah.