Riauaktual.com - Selain isu 3 periode, Presiden Jokowi juga digoyang isu perpanjangan jabatan presiden sampai 2027. Namun, Jokowi menegaskan, dirinya mendukung Pemilu digelar April 2024. Sikap Jokowi ini bikin isu perpanjangan jabatan tutup buku.
Jokowi menyampaikan hal tersebut saat bertemu Dewan Pimpinan Nasional Partai Keadilan Persatuan (PKP) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pagi kemarin.
Adalah Sekretaris Jenderal PKP Said Salahudin yang membocorkan hasil pertemuan tersebut. Dia bilang beberapa kesamaan pandang antara Presiden dengan partainya.
Salah satunya adalah soal jadwal Pemilu 2024. Jokowi dan partainya sepakat agar pemilu digelar pada April. Sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya.
“Presiden sepakat dengan PKP agar Pemilu tetap diselenggarakan di April 2024. Presiden akan memanggil Mendagri untuk membicarakan mengenai hal tersebut,” kata Said, kemarin.
Untuk diketahui, untuk urusan jadwal Pemilu 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum kompak. KPU mengusulkan Pemilu digelar 21 Februari 2024. Alasan mereka agar ada jarak waktu dengan pagelaran Pilkada serentak yang akan digelar 27 November 2024.
Sedangkan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengusulkan, Pemilu tetap digelar April 2024 seperti tahun-tahun sebelumnya. Alasannya masalah polarisasi dan stabilitas.
Tito meminta, semua pihak tak khawatir dengan usul memundurkan waktu pelaksanaan dari Februari menjadi April atau Mei. Tito menyebut mundurnya waktu pemilu tersebut tak akan mengganggu gelaran Pilkada yang dijadwalkan November 2024.
Bagaimana tanggapan DPR soal permintaan Jokowi Pemilu digelar 2024?
Wakil Ketua Komisi II DPR, Jumimart Girsang mengatakan, pihaknya memiliki pandangan yang sama dengan pemerintah agar Pemilu tidak digelar Februari. DPR bahkan mengusulkan digelar Mei.
Agar tidak terjadi irisan dengan Pilkada, dia menyarankan, masa kampanye Pilkada dibikin minimalis. Cukup 45 hari, dengan pertimbangan pandemi Covid-19. Lalu kampanye Pileg dan Pilpres cukup 3 bulan.
Karena masih tarik ulur, politisi PDIP itu meminta, pemerintah dan DPR kembali melakukan konsinyering. “Belum ada keputusan. Tapi antara pemerintah dengan DPR hampir ketemu. Pemerintah bulan 4 kita bulan 5,” tandasnya.
Sementara anggota Komisi II DPR, Luqman Hakim meminta ada jarak antara Pemilu dan Pilkada. Jika Pemilu digelar April waktunya sangat mepet dengan Pilkada.
Luqman, menduga pemerintah belum mempertimbangkan pentingnya jarak waktu antara pengesahan hasil Pemilu dengan tahapan pendaftaran calon kepala daerah ke KPUD yang paling lambat harus dilaksanakan Agustus 2024.
Dia meminta, Kemendagri dan KPU segera memutuskan jadwal Pemilu. Menurut Luqman, lambatnya penetapan penyelenggaraan pencoblosan bisa berdampak pada tahapan pemilu. Apalagi berdasarkan hasil kesepakatan dengan DPR, tahapan pemilu harus sudah dimulai 25 bulan sebelum pemungutan suara.
Sementara, Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Hendra Setyawan mengatakan, pemerintah dan penyelenggara pemilu melanggar konstitusi jika jadwal ajang demokrasi lima tahunan itu dimajukan atau dimundurkan.
Hendra menyarankan seluruh pihak yang memiliki kewenangan untuk tidak mengubah pelaksanaan pemilu sesuai konstitusi. Hal itu sesuai dengan Pasal 22 E Ayat 1 yang menyebut bahwa pemilu diselenggarakan lima tahun sekali.
“Dalam artian 12 bulan dikali 5. Kalau periode lalu dilaksanakan April tanggal 9, pada 2024 juga dilaksanakan April,” kata Hendra.
Terlepas soal tarik ulur jadwal pemilu, kepastian sikap Jokowi soal jadwal Pemilu 2024, menurut pengamat politik Adi Prayitno, harusnya wacana perpanjangan jabatan presiden sudah almarhum.
“Mestinya wacana presiden 3 periode sudah almarmum. Apalagi yang mau dipaksain. Presiden udah beberapa kali ngomong. Nggak boleh lagi ada yang coba gerilya untuk maksa presiden maju lagi 3 periode,” kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia sebagaimana dikutip dari Rakyat Merdeka (RM.id) tadi malam.
