Riauaktula.com - Taiwan tak gentar menghadapi tekanan China. Negeri Naga Kecil Asia itu terus memperbesar kekuatan militernya. Salah satunya, akan menambah armada jet tempur.
Langkah Taiwan itu diambil menyikapi semakin agresifnya militer China di dekat perbatasan Taiwan. Pekan lalu, China menggelar latihan penyerangan.
Pemerintah Taiwan menganggarkan 40,1 miliar dolar Taiwan atau sekitar Rp 21 triliun untuk membeli jet tempur baru. Hal ini dilakukan karena Taiwan merasa pertahanan udara masih harus diperkuat untuk mengantisipasi ancaman China.
Kabinet Presiden Tsai Ing Wen mengusulkan anggaran militer sebesar 471,7 miliar dolar untuk 2022. Anggaran ini naik dari alokasi semula sebesar 453,4 miliar dolar. Namun demikian, persentase penambahan anggaran pertahanan untuk tahun depan masih lebih kecil 10 persen dibandingkan tahun ini.
Anggaran pertahanan merupakan terbesar ketiga dikeluarkan Pemerintah Taiwan untuk 2022, setelah kesejahteraan sosial dan pengeluaran gabungan untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya.
Meski Pemerintah tak menyebutkan jenis jet tempur baru apa yang akan dibeli, kuat dugaan adalah F-16. Sebab, Taiwan fokus pada penggunaan armada jenis itu.
Pada 2019, AS menyetujui penjualan F-16 senilai 8 miliar dolar AS ke Taiwan. Kesepakatan itu menambah jumlah F-16 Taiwan menjadi lebih dari 200 unit, atau terbanyak di Asia.
Tsai menetapkan modernisasi angkatan bersenjata sebagai salah satu prioritas dalam pemerintahannya. Peningkatan pengeluaran untuk belanja militer juga menjadi fokusnya saat ini.
Tiru Taliban
Pada Sabtu (21/8), Menteri Luar Negeri Taiwan, Joseph Wu, menuduh China hendak meniru Taliban dalam merebut Taiwan. Pasalnya, Beijing terus berusaha menjatuhkan pemerintahan yang sah di Taipei karena mengklaim negara pulau itu sebagai bagian dari China.
“China bermimpi untuk meniru Taliban. Tetapi izinkan saya berterus terang, kami memiliki kemauan dan sarana untuk membela diri,” ungkap Joseph Wu, lewat Twitter.
Seperti diketahui, Pemerintah Afghanistan yang didukung AS telah dijatuhkan Taliban. Kejatuhan Kabul yang berlangsung cepat itu kemudian memicu perdebatan sengit di Taiwan. Publik di negara pulau itu bertanya-tanya, apakah mereka bakal mengalami nasib yang sama dengan invasi China.
Sementara, media milik pemerintah di China menyebut nasib Kabul saat ini justru menjadi bukti bahwa Taiwan tidak dapat menaruh kepercayaan kepada AS.
Namun, Wu menegaskan, Taiwan tidak ingin menjadi sasaran komunisme atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia menyatakan terima kasihnya kepada AS karena selalu menjunjung tinggi keinginan dan kepentingan terbaik rakyat Taiwan.
“Itu termasuk (dukungan kepada) demokrasi dan kebebasan dari komunisme, otoritarianisme, dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Wu.
