Wah! Sukses di Singapura, Alat Deteksi Kontak Covid Ternyata Produksi Indonesia

Wah! Sukses di Singapura, Alat Deteksi Kontak Covid Ternyata Produksi Indonesia
Seorang pekerja di Singapura menunjukkan token Blue Pass yang terpasang di lengan. Alat ini bisa pendeteksi dan merekam kontak pengguna dengan orang l

Riauaktual.com - Pemerintah Indonesia saat ini tengah melakukan uji coba alat canggih yang bisa mendeteksi secara akurat riwayat kontak seseorang dengan orang lain untuk keperluan penelusuran mata rantai infeksi Covid-19.

Alat bernama Blue Pass ini dikembangkan oleh dan sudah sukses diterapkan di Singapura.

Namun, menurut Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryopratomo, semua chip perangkat ini diproduksi oleh Polytron Indonesia dan dirakit oleh sebuah perusahaan di Batam meskipun semua idenya berasal dari Temasek Foundation, BUMN investasi di Singapura.

“Singapura belajar dari pengalaman karena ketika pertama kali kasus-kasus muncul, mereka tidak tahu bagaimana mendeteksi orang yang melakukan kontak erat dengan mereka yang terinfeksi Covid-19,” kata Suryopratomo dalam wawancara dengan Beritasatu News Channel belum lama ini.

Ketika itu penelusuran dilakukan secara manual -- setiap orang yang terkena infeksi ditanya dengan siapa saja pernah bertemu. Cara ini sangat tidak efektif dan tidak mampu secara signifikan menekan angka penularan.

Kalau orang ditanya tiga hari yang lalu bertemu dengan siapa saja, pasti sudah banyak lupa, apalagi ditanya seberapa dekat jarak pertemuan dan berapa lama, imbuhnya.

Ketika kasus harian sedang tinggi-tingginya pada April lalu, bahkan mencapai 1.400 kasus per hari, Singapura mulai berpikir keras untuk mencari solusi tentang metode penelusuran kontak yang efektif dan efisien.

“Maka kemudian dikembangkan sebuah teknologi di mana dimungkinkan dilakukan digital tracing (penelusuran secara digital),” kata Suryopratomo.

Saat ini sudah ada dua aplikasi digital tracing, yaitu Trace Together yang dikembangkan Kementerian Kesehatan Singapura dan Blue Pass yang dikembangkan oleh Temasek, ujarnya.

Dengan alat ini, dalam waktu singkat bisa diketahui siapa saja orang yang pernah berhubungan dengan pengidap Covid-19 sehingga bisa dengan cepat pula dilakukan containment (penjagaan), diikuti uji diagnostik, dan kalau positif langsung karantina, imbuhnya.

“Itulah yang membuat mengapa sekarang ini di Singapura tidak ada kasus penularan di dalam masyarakat, kalau ada jumlahnya sangat kecil karena sangat cepat dilakukan pembatasan kepada orang yang melakukan kontak erat,” kata Suryopratomo.

Cara Kerja
Token Blue Pass ini sangat praktis dan mudah dibawa ke mana saja, tetapi mampu menyimpan ratusan ribu kontak dan tidak perlu sering ganti baterai.

“Cara kerjanya berdasarkan Bluetooth. Alat ini beratnya hanya 15 gram, tahan air, baterainya bisa bertahan untuk satu tahun, dan bisa menyimpan sampai 360.000 data orang yang melakukan kontak erat dengan mereka yang terinfeksi Covid-19,” jelasnya.

Dengan alat ini, bisa diketahui interaksi dengan seseorang yang berjarak 2 meter atau kurang dan dalam waktu 15 menit atau lebih, tambahnya.

Kriteria ini dibuat berdasarkan riset ilmiah bahwa peluang tertular virus sangat besar jika melakukan kontak dengan penderita selama 15 menit atau lebih dalam jarak kurang dari 2 meter.

Dengan alat ini Singapura bisa secara agresif melakukan tracing dan tepat sasaran, karena orang yang dites diagnostik adalah mereka yang benar-benar melakukan kontak berisiko dengan penderita, paparnya.

Karena sangat tertarik, ia kemudian melakukan uji coba sendiri melibatkan seluruh staf Kedutaan Besar RI di Singapura, karena Indonesia juga sedang berusaha keras mencari mekanisme terbaik untuk deteksi dan penelusuran kontak Covid-19.

“Ada 120 staf KBRI yang memakai alat itu dan harus pegang terus selama tiga hari,” ujarnya.

Pada hari ketiga, dilakukan simulasi bahwa ada yang positif Covid-19 lalu padanya dilakukan penelusuran menggunakan Blue Pass yang ia kenakan.

“Kita unduh dari Blue Pass, dalam waktu 5 menit ketemu siapa saja yang kontak,” ujarnya.

“Alat ini sederhana sekali, tidak complicated, tetapi idenya yang luar bisa.”

Uji Coba
Atas hasil uji coba internal ini, Suryopratomo lalu menghubungi Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo untuk kemungkinan uji coba di Indonesia, dan disambut dengan sangat antusias.

Bahkan Doni mengajak Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza untuk melakukan penjajakan.

Setelah itu ditindaklanjuti dengan pertemuan sebanyak tiga kali antara BPPT, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Dalam Negeri Singapura, Kantor Imigrasi Singapura, dan Temasek.

BPPT juga sangat terkesan dan sepakat untuk melakukan uji coba di Indonesia.

“Awal Januari kita kirim sekitar 520 unit untuk uji coba. Nanti sampai akhir Februari kita lihat hasilnya,” kata Suryopratomo.

Jika alat itu disetuji penggunaannya secara massal, mungkin akan menghadapi kendala karena tidak gampang meminta ratusan juta rakyat Indonesia memakai alat tersebut.

“Di Singapura, orang harus mengunduh bukan karena dipaksa pemerintah, tetapi kalau tidak memakai aplikasi ini mereka tidak bisa menggunakan fasilitas umum, tidak bisa ke kantor, tidak bisa menggunakan transportasi umum, tidak bisa masuk restoran, toko, taman, tempat jogging dan seterusnya,” ujarnya.

“Masyarakat harus mengunduh itu untuk keselamatan kita bersama,” pungkasnya.


 

Sumber: BeritaSatu.com

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index