PEKANBARU, RiauAktual.com - Pengamat pendidikan Jakiman, menilai bahwa untuk kemajuan dunia pendidikan, ada beberapa hal yang menjadi tanda-tanda bahwa pendidikan itu ditempatkan di level atas. Namun, menurut Jakiman, saat ini syarat-syarat itu belum diterapkan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Provinsi Riau.
Dari pengamatannya, Jakiman melihat diantara masyarakat, pemerintah dan semua pihak belum ikhlas menempatkan pendidikan di level atas sebagai bagian yang terpenting. Komitmen semua elemen masih jauh dari tanda-tanda kemajuan pendidikan tersebut.
"Ada beberpa ciri mendeteksi apa benar kita ikhlas memberikan porsi pendidikan terpenting. Menurut saya, yang pertama, ketika semua elemen dapat membangun optimalisasi," ungkap Jakiman, Jumat (2/5/2014).
Optimalisasi yang dimaksud, sebut Jakiman, yakni pemerintah harus optimal perhatiannya kepada bidang pendidikan, misalkan saja mengenai dana dan materialnya.
Dimana, mengenai material, awalnya dulu bahasa dana sertifikasi itu menjadi buah manis bagi guru, tapi lambat laun menjadi hambar. Sekarang guru diberikan dana sertifikasi namun menurut Jakiman, itu dilakukan secara tak rela.
"Lihatlah, dana sertifikasi itu dipersulit untuk mendapatkannya. Harus ini harus itu, pakai ini pakai itu, terkesan tak ikhlas yang akhirnya banyak guru yang tak dapat," sebutnya.
Kemudian dana Bantuan Operasional Sekolah, menurut Jakiman untuk dunia pendidikan memerlukan dana yang besar sehingga dibutuhkan kerjasama, partisipasi dan saling sinergi dari berbagai pihak, termasuk pihak ketiga yang tidak mengikat.
Namun yang terjadi saat ini, dengan dana BOS maka pemerintah menstop semua bantuan dari pihak lain. Jakiman meminta agar pemerintah tidak memberi semacam tuntutan orang lain tak boleh ikut campur, padahal pemerintah tak mampu untuk menyelesaikan seluruh dana pendidikan ini.
Kemudian, menurut Jakiman, masyarakat juga perlu disinergikan dengan sekolah. Karena kondisi sinergi itu saat ini hancur lebur. Masyarakat tidak percaya dengan sekolah, jika terjadi masalah dengan murid maka wali murid langsung membawa guru ke ranah hukum.
"Masyarakat dan sekolah saling menyalahkan, sentil sedikit saja masuk di pengadilan dibesar-besarkan. Itu implementasinya, rasa tak percayanya masyarakat dan guru tak sinergi masyarakat dan sekolah. Ini harus dibangun sinergitas agar bisa maju," ulasnya.
Caranya, kata Jakiman, dengan sering melakukan pertemuan antara sekolah dan masyarakat. "Sering ngomong, mbok harus ada berkumpul dan bertemu, bisa melalui PGRI, DPRD, Komite, kumpul dan ngomong-ngomong. Ciptakan suasana kekeluargaan," saran Jakiman.
Kemudian, Jakiman juga menyorot kondisi dunia pendidikan yang dikait-kaitkan dengan politik. Dimana, sering para guru mendapat hukuman politik. "Tak pilih walikota ini, awas guru dipindah, ini banyak terjadi di Riau," kata Jakiman.
Padahal, guru harus bekerja profesional. Pemindahan guru tak bisa dilakukan secara spontan, harus memenuhi kriteria dan keperluan mendasar. "Pendidikan jangan dipolitisir, memang politik merupakan alat pendidikan, jangan sampai terbalik pendidikan menjadi alat politik," pungkasnya. (rrm)
