Kasus Baru Pecahkan Rekor, Puncak Covid-19 Bisa Bergeser

Kasus Baru Pecahkan Rekor, Puncak Covid-19 Bisa Bergeser
Melki Laka Lena. ( Foto: Antara )

Riauaktual.com - Rekor baru penambahan kasus positif Covid-19, Sabtu (9/5/2020), sebesar 533 perlu direpons dengan lebih serius. Tren kenaikan kasus positif Covid-19 sepekan terakhir memberikan ketidakpastian. Para menteri dan pemimpin daerah diimbau untuk lebih fokus mengamankan harapan Presiden Jokowi agar puncak pandemi Covid-19 terjadi pada akhir Mei 2020.

"Jangan lagi ada ego sektoral. Semua menteri, gubernur, dan bupati wajib menyukseskan harapan yang sudah disampaikan Presiden Jokowi kepada publik bahwa puncak Covid-19 akhir Mei," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melkiades Laka Lena sebagaimana dikutip dari Beritasatu.com, Sabtu (9/5/2020) malam.

Dalam waktu tiga pekan ke depan, tak boleh ada kebijakan yang saling bertentangan.

Kasus baru yang diumumkan Sabtu (9/5/2020) mengejutkan publik karena meningkat 58,6% dari sehari sebelumnya, Jumat (8/5/2020). Dalam tujuh hari terakhir, penambahan angka positif Covid-19 menunjukkan peningkatan. Penambahan angka positif Covid-19 tertinggi sebelumnya terjadi pada 5 Mei 2020, yakni mencapai 484 kasus.

Angka positif baru ini, kata Melkiades, mengungkapkan fakta bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia sudah meluas. Dengan swab test yang mulai dijalankan di sejumlah provinsi, penduduk yang terinfeksi Covid-19 terungkap. Ia yakin, jika tes dilakukan meluas, penemuan kasus baru akan meningkat.

Untuk memutus mata rantai penularan Covid-19, Melki--nama sapaan Melkiades--menyampaikan empat syarat. Pertama, semua kebijakan menteri, gubernur, dan bupati wajib mengikuti arahan Presiden Jokowi.

Kedua, Presiden Jokowi telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 lewat Keppres Nomor 7 Tahun 2020. Pada keppres ini, menko bidang pembangunan manusia dan kebudayaan (PMK), menko politik, hukum, dan keamanan (polhukam), dan menteri keuangan sebagai pengarah, sedangkan ketua pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 adalah kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan unsur sejumlah kementerian, Polri, TNI, dan Kantor Staf Kepresidenan sebagai anggota.

"Tak boleh ada ego sektoral. Kebijakan setiap menteri tidak boleh bertentangan dengan Gugus Tugas," kata Melki.

Anggota DPR yang membidangi masalah kesehatan, ketenagakerjaan, dan kependudukan itu, menyayangkan adanya kebijakan menteri tertentu yang tidak sejalan dengan Gugus Tugas.

Ketiga, disiplin menjalankan social distancing dan physical distancing. Tidak boleh ada tawar-menawar dalam hal menjaga jarak. Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak akan sukses jika tidak ada disiplin menjaga jarak, penggunaan masker, dan alat pelindung diri (APD), cuci tangan, dan menghindari kerumunan.

"Mau PSBB atau bukan PSBB, intinya adalah disiplin menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19," tegas Melki.

Ada negara yang tidak menerapkan lock down, misalnya Taiwan, tetapi sukses menekan Covid-19. Sebaliknya, ada negara yang menerapkan lock down, tetapi gagal karena tidak disiplin.

Keempat, agar protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19 dijalankan dengan benar, kata Melki, perlu ada sanksi. Tak harus proses ke pengadilan. Kerja sosial juga merupakan sanksi yang berat. Para pelanggar disiplin, misalnya, diwajibkan untuk membantu menyosialisasikan bahaya Covid-19, mengajari, dan mendistribusikan masker, dan sebagainya.

"Ini semua harus dilakukan serius agar puncak Covid-19 bisa terjadi akhir Mei," ungkap Melki.

Jika kasus Covid-19 berkepanjangan, dampak buruk akan lebih besar, karena yang menderita bukan hanya mereka yang positif Covid-19, juga terjadi kehancuran ekonomi dan membengkaknya jumlah warga yang didera stres berat dan psikosomatik.


 

Sumber: BeritaSatu.com

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index