Oleh: Riki Rahmat S I Kom

Pandangan Islam Tentang Terompet dan Tahun Baru Masehi

Pandangan Islam Tentang Terompet dan Tahun Baru Masehi
Riki Rahmat S I Kom

SEBAGAI warga negara yang memiliki berbagai suku dan agama di Indonesia ini, perlu pula kita mengetahui bagaimana cara untuk kita yang berbeda agama menghargai agama lainnya, dalam artian tidak ikut-ikutan dalam agama lain yang dapat menjerumuskan kita kepada kekafiran.

Pandangan ini saya sampaikan bagi kawan-kawan seiman, bahwa sebelum kita beranjak kepada hal-hal yang akan kita lakukan di malam tahun baru 2014 Masehi nanti, ada baiknya kita ketahui dulu apa sebenarnya hukum tahun baru Masehi tersebut.

Tahun baru Masehi ini identik dengan meniup terompet, tak aneh jika tahun baru Masehi mendekat, pedagang terompet pun menjamur di pinggiran jalan di Kota Pekanbaru yang kita cintai ini.

Sekilas saya akan sampaikan mengapa terompet menjadi hal yang tak terpisahkan dengan tahun baru Masehi, agar umat Islam memahaminya.

Kebiasaan meniup terompet ini telah lama dianut oleh sebagian besar masyarakat, tak terkecuali masyarakat muslim.

Pada hari itu ada anak-anak sibuk merengek kepada orang tuanya untuk membelikan terompet, golongan remaja menyisihkan uang jajannya untuk membeli terompet demi perayaan tahun baru.

Jika mereka ditanya tentang alasan mereka merayakan tahun baru maka penulis menduga bahwa jawaban mereka adalah karena gaya hidup orang lain juga demikian (dengan kata lain, ikut-ikutan teman yang merayakan tahun baru Masehi), hal tersebut mereka lakukan karena ingin menghindarkan diri dari ketinggalan zaman.

Kita kupas hal ini dengan menganalisis kondisi yang terjadi dengan hukum Islam. Kita kaitkan dengan nalar bayani (kebahasaan), ta’lili atau qiyasi (penganalogian), dan istishlahi (kemashlahatan).

Budaya meniup terompet bermula saat perang Salib. Ketika itu telah terjadi peperangan besar, para Kristiani dari berbagai daerah kerajaan dari Eropa maupun Asia bekerjasama melawan kaum muslimin. Hal ini mengakibatkan kaum muslimin mengalami kekalahan dan kaum Kristiani pun merayakan kemenangan mereka dengan peniupan terompet oleh panglima besar Kristen.

Adapun terompet menurut ajaran Islam telah disampaikan Nabi Muhammad SAW bahwa terompet adalah kebudayaan Yahudi sebagaimana dalam hadits riwayat Abu Daud berikut:

Dari Abi Umair bin Anas dari ‘Umumah, baginyalah orang Anshar, ia berkata: “Nabi SAW bersusah hati karena shalat bagaimanakah ia mengumpulkan manusia untuk shalat”.

Lalu dikatakan kepadanya: “Tegakkan bendera, sehingga apabila mereka (kaum muslim) melihatnya maka sebagian mereka memberitahukan sebagian yang lain”. Maka Nabi SAW tidak mengagumkan (tidak merespon) pada yang demikian itu.

Ia berkata, lalu disebutkan padanya Al-Qun’u yaitu Asy-Syabuuru (alat yang ditiup; terompet) dan Ziyad berkata: Teropetnya yahudi, maka ia (Nabi SAW) pun tidak merespon pada yang demikian itu.

Lalu ia berkata: lalu disebutkan An-Naquus (lonceng) kepadanya lalu Nabi SAW bersabda: “dia termasuk perkaranya orang Nasrani”

Lalu Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi dan ia termasuk orang yang dipedulikan karena kesusahan hati Rasulullah SAW akan yang demikian itu lalu diperlihatkanlah (diperdengarkanlah) adzan pada tidurnya –ia berkata- lalu ia pergi pada pagi hari kepada Rasulullah SAW.

Lalu mengabarkan kepadanya, lalu ia berkata kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya aku termasuk diantara orang yang tidur dan (seseorang) menyampaikan maksudnya ketika orang yang datang mendatangiku lalu memperlihatkan kepadaku akan adzan”.

Ia berkata: “Dan Umar bin Khaththab ra. Sungguh telah memperlihatkan yang demikian itu sebelumnya tapi ia menyembunyikan (hal tersebut) selama 20 hari”.

Ia berkata: “kemudian ia mengabarkan kepada Nabi SAW” lalu Nabi SAW bersabda: “apa yang menghalangimu untuk mengabarkan kepadaku?”

Lalu ia menjawab: “Abdullah bin Zaid telah mendahuluiku, sehingga aku merasa malu” lalu Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Bilal, bangkitlah lalu perhatikanlah apa yang akan diperintahkan oleh Abdullah bin Zaid dengannya maka kerjakanlah olehmu”.

Ia berkata: “lalu, Bilal adzan”. Abu Bisyrin berkata: “lalu Abu ‘Umair telah telah mengabarkan kepadaku bahwasannya orang Anshar mengira bahwa Abdullah bin Zaid itu seandainya ia pada hari itu tidak sakit maka Nabi SAW akan menjadikannya sebagai mu’adzin”.

Menurut Al-Bani, hadits ini adalah hadits hasan yang dapat dijadikan hujjah.

Terompet di Indonesia digunakan dalam budaya perayaan tahun baru Masehi, yaitu pada malam 31 Desember menjelang tanggal 1 Januari masyarakat membunyikannya dengan berkeliling kota menggunakan mobil dan sepeda motor.

Terompet menjadi salah satu alat musik yang selalu terdengar di jalan-jalan dan tempat hiburan, hal ini telah menjadi budaya di kota-kota besar dalam menyambut datangnya tahun baru Masehi.

Budaya meniup terompet dalam perayaan tahun baru merupakan hal baru yang belum ditetapkan hukumnya secara jelas dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, akan tetapi dapat dipahami melalui beberapa metode istinbath al-Hukmi yang telah dirumuskan oleh para ulama salaf. Diantara metode tersebut adalah metode bayani, ta’lili, dan istishlahi.

Hasil dari penerapan metode-metode istinbath al-Hukmi tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa hukum asal meniup terompet adalah boleh namun jika hal tersebut disertai dengan hal-hal yang dilarang oleh syari’at Islam maka menjadi haram.

Diantara hal yang dapat mengharamkannya adalah, meniupnya dengan maksud agar umat muslim berkumpul untuk melakukan shalat atau ibadah lainnya, mengkhususkan waktu meniupnya untuk perayaan hari-hari besar orang kafir (seperti perayaan tahun baru Masehi), meniup terompet adalah hal yang sia-sia dan merupakan bentuk kemubadziran baik harta maupun waktu, meniup terompet menimbulkan kegaduhan sehingga menyebabkan orang lain merasa terganggu.

Dengan demikian, penulis menyarankan kepada kaum muslimin untuk meninggalkan meniup terompet dalam menyemarakkan perayaan tahun baru Masehi, karena menyemarakkan perayaan tahun baru sama saja dengan tasyabbuh. Meniup terompet kali ini bukan hanya menjadi masalah mu’amalah tapi telah bersinggungan dengan masalah keyakinan, karena perayaan tahun baru Masehi adalah ritual kaum Nasrani. Dan jika ingin meniup terompet maka hendaknya dilakukan dengan tujuan / maksud sesuatu yang mubah (diperbolehkan syari’at), dan pada waktu dan tempat yang mendukung sehingga terhindar dari kemudharatan. Wallahu a’lam.***

Penulis adalah wartawan di Harian Berita Terkini dan Pemimpin Redaksi di Portal Berita RiauAktual.com.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index