OPINI

Maraknya Pelecehan Seksual Terhadap Anak di Bawah Umur

Maraknya Pelecehan Seksual Terhadap Anak di Bawah Umur
Rani Devid Dwi Putri. FOTO: ist

PELECEHAN seksual terhadap anak atau penyiksaan anak oleh orang dewasa atau remaja yang lebih tua, menggunakan anak untuk rangsangan seksual, bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, terlepas dari hasilnya, memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis, melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik, kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi.

Pelecehan seksual didefinisikan sebagai suatu tindak pidana, dimana seseorang yang telah dewasa menyentuh anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual, misalnya perkosaan (termasuk sodomi), dan penetrasi seksual dengan objek. Termasuk sebagian besar negara bagian Amerika Serikat dalam definisi mereka tentang kekerasan seksual, ada kontak penetratif tubuh di bawah umur, bagaimanapun sedikit, jika kontak dilakukan untuk tujuan kepuasan seksual, maka sudah masuk ke pelanggaran hukum.

Istilah lain yakni Eksploitasi Seksual, yakni sebagai suatu tindak pidana dimana orang dewasa melakukan kekerasan terhadap anak di bawah umur untuk promosi, kepuasan seksual, atau keuntungan, misalnya melacurkan anak, dan menciptakan atau melakukan perdagangan pornografi anak.

Menentukan perilaku sosial dari pelaku seks anak yang potensial yang berusaha untuk membuat mereka menerima rayuan yang lebih sedikit, misalnya di ruang bincang-bincang daring, juga termasuk kepada pelecehan seksual terhadap anak.

Efek kekerasan seksual terhadap anak ini yakni depresi, gangguan stres pascatrauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan cedera fisik untuk anak diantara masalah lainnya. Pelecehan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses orangtua.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan banyak aduan kekerasan pada anak di tahun 2010. Dari 171 kasus pengaduan yang masuk, sebanyak 67,8 persen terkait dengan kasus kekerasan. Dan dari kasus kekerasan tersebut yang paling banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual yaitu 45,7 persen (53 kasus).

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat, jenis kejahatan anak tertinggi sejak tahun 2007 adalah tindak sodomi terhadap anak. Para pelakunya biasanya adalah guru sekolah, guru privat termasuk guru ngaji, dan sopir pribadi. Tahun 2007, jumlah kasus sodomi anak, tertinggi di antara jumlah kasus kejahatan anak lainnya. Dari 1.992 kasus kejahatan anak yang masuk ke Komnas Anak tahun itu, sebanyak 1.160 kasus atau 61,8 persen, adalah kasus sodomi anak. Dari tahun 2007 sampai akhir Maret 2008, jumlah kasus sodomi anak sendiri sudah naik sebesar 50 persen.

Komisi Nasional Perlindungan Anak telah meluncurkan Gerakan Melawan Kekejaman Terhadap Anak, karena meningkatnya kekerasan tiap tahun pada anak. Pada tahun 2009 lalu ada 1998 kekerasan meningkat pada tahun 2010 menjadi 2335 kekerasan dan sampai pada Maret 2011 dari pantauan Komisi Nasional Perlindungan Anak ada 156 kekerasan seksual khususnya sodomi pada anak.

Kekerasan seksual terhadap anak dinyatakan tidak sah hampir di manapun di dunia ini, umumnya diganjar dengan hukum pidana berat, termasuk hukuman mati dan penjara seumur hidup. Hubungan seksual seorang dewasa dengan anak di bawah umum dinyatakan sebagai pemerkosaan menurut hukum, didasarkan pada prinsip bahwa seorang anak tidak dapat memberikan persetujuan dan setiap persetujuan yang nyata oleh seorang anak tidak dianggap sah.

Konvensi Hak-hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah perjanjian internasional yang secara resmi mewajibkan negara untuk melindungi hak anak. Ayat 34 dan 35 dalam konvensi tersebut meminta negara untuk melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi dan pelecehan seksual. Hal ini termasuk pernyataan bahwa ancaman kepada seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, prostitusi anak, dan eksploitasi anak dalam menciptakan pornografi dianggap melawan hukum. Negara juga diminta mencegah penculikan dan perdagangan anak.

Sejak November 2008, 193 negara sepakat dengan Konvensi Hak-Hak Anak, termasuk setiap anggota PBB, kecuali Amerika Serikat dan Somalia. Terus, bagaimana dengan negara kita Indonesia?

Oleh: Rani Devid Dwi Putri
Penulis Adalah Mahasiswi Akbid Stikes Hang Tuah Pekanbaru

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index