Setya Novanto Dijemput Paksa, Fredrich Yunadi: KPK Melakukan Kudeta

Setya Novanto Dijemput Paksa, Fredrich Yunadi: KPK Melakukan Kudeta
foto : internet

Riauaktual.com - Ketua DPR RI Setya Novanto hingga kini tak diketahui keberadaanya usai menghilang saat akan dijemput paksa Komisi Pemberantasan Korupsi Rabu (15/11) malam.

Upaya paksa tersebut dilakukan KPK di kediaman Ketua Umum Partai Golkar itu di Jalan Wijaya XIII nomor 19, Dharmawangsa, Jakarta Selatan.

Penjemputan itu pun berlangsung dengan penjagaan ketat anggota kepolisian yang berjaga di kediaman Novanto.

Bukan hanya di dalam rumah, namun aparat kepolisian juga membentuk blokade di luar rumah Novanto.

Sayangnya, keberadaan Novanto sama sekali tak didapati di rumah tersebut.

Di dalam rumah tersebut, hanya ada istri Novanto dan asisten rumah tangganya saja.

Siang kemarin, Rabu (16/11), Novanto tampak hadir di Gedung Senayan untuk membuka masa persidangan II DPR RI.

Usai rapat paripurna Setnov langsung diserbu awak media guna menanyakan soal kemangkirannya dari panggilan KPK.

“Kan saya sudah kirim surat juga ke KPK karena sedang mengajukan gugatan ke MK,” tuturnya.

Setnov berharap MK segera mengeluarkan putusan atas gugatannya itu yang disebutnya penting guna menghindari multitafsir ayat yang selama ini timbul.

“Pokoknya kita uji lah. Sama-sama kita uji supaya tidak ada perbedaan-perbedaan,” sambungnya.

Saat disinggung jika dipanggil paksa oleh KPK, Setnov enggan menjawab dan berusaha berlalu dari kerumunan awak media.

Kuasa hukum Setnov, Fredrich Yunadi mengaku dirinya memang melarang kliennya memenuhi panggilan KPK.

Sebab, pihaknya saat ini tengah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 16 dan Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU KPK.

Karena itu, Fredrich mengaku sudah mengirimkan surat ke KPK atas ketidakhadiran kliennya dengan alasan tengah mengajukan review.

“Surat resmi sudah saya kirim. Saya yang kirim dan tanda tangani sendiri. Saya kirim kepada penyidik,” terangnya.

Terkait dengan wacana penjemputan paksa terhadap Setnov jika kembali mangkir dalam pemeriksaan oleh penyidik, Frederich menganggap KPK tidak mengerti hukum.

Ia beralasan, anggota dewan, termasuk Setnov, memiliki hak imunitas yang tertera dalam UUD 45.

“UUD 45 tiada seorang pun bisa melawan termasuk Presiden. Kalau KPK melawan, berarti KPK melakukan kudeta,” tudingnya.

“Hukum adalah panglima di Republik Indonesia. Marilah semua pihak itu, termasuk media menghormati hukum. Jangan kipas-kipas, memanas-manasi ya,” pungkasnya.

Seperti diketahui, penjemputan paksa itu dilakukan KPK pada Rabu (13/11) sekitar pukul 21.45 WIB dan baru berakhir pada pukul 02.43 WIB Kamis (16/11) dini hari.

Sayangnya, penyidik KPK yang berjumlah 11 orang itu harus kembali tanpa bisa menemukan Novanto.

Dari pantauan, penyidik hanya berhasil membawa tiga buah koper, satu tas dan dekoder CCTV.

 

 

Sumber : pojoksatu.id

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index