JAKARTA (RA) - Kejaksaan Agung melalui Tim Penuntut Koneksitas resmi menerima penyerahan tiga tersangka beserta barang bukti (Tahap II) dalam perkara tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan pada Senin, 1 Desember 2025.
Penyerahan dilakukan oleh Tim Penyidik Koneksitas yang melibatkan Jaksa Agung Muda Pidana Militer (JAM PIDMIL), Polisi Militer (POM) TNI, serta Oditurat Jenderal TNI.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menyatakan bahwa serah terima ini menandai dimulainya tahap penuntutan terhadap para tersangka.
"Penyerahan tersangka dan barang bukti ini merupakan bagian penting dari rangkaian proses penyidikan dalam perkara koneksitas, sebelum memasuki tahap persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta," ujar Anang Supriatna, Senin (1/12/2025).
Tiga tersangka yang dilimpahkan kepada Tim Penuntut Koneksitas yaitu Laksda TNI (Purn) L, Kepala Badan Pertahanan Kementerian Pertahanan periode 2015–2017 yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Kemudian TAVH, Managing Director Eurasian Technology Holdings PTE, Ltd, yang menjadi tenaga ahli satelit dan direkomendasikan untuk mendampingi PPK. Serta GKS, Direktur (CEO) Navayo International AG, selaku penyedia barang.
Anang menjelaskan, kasus bermula dari kontrak pengadaan yang ditandatangani pada 1 Juli 2016 antara Kemhan RI dan Navayo International AG senilai USD 34.194.300, yang kemudian direvisi menjadi USD 29.900.000. Kontrak tersebut diteken oleh tersangka Laksda TNI (Purn) L dan GKS.
Namun, kontrak tersebut diduga menyimpang dari ketentuan pengadaan barang dan jasa sesuai Perpres 54 Tahun 2010. Navayo International AG ditunjuk tanpa proses pengadaan yang benar, serta merupakan rekomendasi dari tersangka TAVH. Barang yang diterima pun tidak dapat digunakan karena tidak sesuai spesifikasi yang dibutuhkan.
Merujuk hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diperkuat keterangan ahli keuangan negara, nilai kerugian negara dalam perkara ini mencapai USD 21.384.851,89 atau setara Rp306.829.854.917,72 (kurs 15 Desember 2021).
Kerugian tersebut terdiri dari pembayaran pokok sebesar USD 20.901.209,9 serta bunga sebesar USD 483.642,74.
Selain itu, tersangka GKS memenangkan arbitrase di ICC Singapura (Putusan ICC CASE No. 24072/HTG, 22 April 2021), yang kemudian diikuti dengan penyitaan aset Negara Republik Indonesia di Paris.
Anang menjelaskan bahwa perkara koneksitas ini displitsing menjadi dua berkas. Laksda TNI (Purn) L dan TAVH telah ditahan di Rutan POM AL dan Rutan Salemba. Sedangkan GKS masih berstatus DPO dan akan disidangkan secara in absentia.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Berdasarkan penelitian bersama jaksa dan oditur militer, Mahkamah Agung menetapkan bahwa perkara ini akan diperiksa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, sesuai Keputusan Ketua MA Nomor 229/KMA/SK.HK2.2/XI/2025 tanggal 19 November 2025.
Anang menegaskan komitmen Kejaksaan Agung untuk menuntaskan perkara ini secara profesional.
"Kami memastikan seluruh proses hukum berjalan sesuai ketentuan, termasuk koordinasi antara aparat penegak hukum sipil dan militer," jelasnya.
