Wartawati Pertama di Tanah Sumatera

Wartawati Pertama di Tanah Sumatera
Rohana Kudus

RIAUAKTUAL.COM -  Lelaki itu sudah berambut putih namun tetap sigap. Bolak-balik dia membongkar berkas mencari salinan Soenting Melajoe. Senyumnya sumringah ketika menemukan sebuah lembaran surat kabar tua yang dia simpan dalam sebuah bingkai plastik.

"Kemarin ada keluarga yang lihat, saya juga lupa menyimpannya di mana jadi bolak-balik mencarinya," kata Eddy Juni cucu Roehana Koddoes saat berbincang dengan merdeka.com di kediamannya, Cipayung, Jakarta Timur, kemarin.

Rohana memang pencetus sekaligus pendiri Surat Kabar Soenting Melajoe. Sebuah surat kabar pertama di Indonesia yang terbit pada 10 Juli 1912. Surat kabar itu berbahasa melayu.

Menurut Eddy, Soenting Melajoe memang sudah terkenal dan bahkan satu-satunya surat kabar perempuan yang bisa bertahan hingga sembilan tahun. Cikal bakal lahirnya surat kabar khusus wanita ini kata Edy, merupakan buah dari bakat dan kesukaan Roehana dalam dunia menulis.

Sejak umur 8 tahun Roehana sudah berkenalan dengan surat kabar yang dibeli ayahnya Moehammad Rasjad yang merupakan juru tulis dan meningkat menjadi hoofd djaksa pegawai pemerintahan Belanda.

Keterampilan menulis pun di kembangkan Roehana hingga usia remaja. Apalagi, saban hari Roehana juga sering membaca beberapa surat kabar terbitan Padang, Medan, Jawa. Termasuk juga dari Belanda dan Singapura. Surat kabar itu Roehana dapatkan dari kenalannya orang Belanda atau langganannya sendiri.

"Ceritanya dia suka nulis (di catatan harian) karena dia suka baca. Buku-buku tahun itu banyak bertuliskan Arab lalu dia salin ke huruf Latin. Banyak yang dia tulis. Banyak dalam bentuk pantun, puisi dan sajak," tutur Eddy.

Fitriyati Dahlia, penulis biografi Roehana Koddoes memiliki catatan panjang mengenai Surat Kabar Soenting Melajoe. Dalam bukunya 'Rohana Perempuan Menguak Dunia', Fitriyati mengisahkan, Soenting Melajoe berawal dari keprihatinan Roehana atas nasib perempuan Minang kala itu.

"Setiap kali membaca surat kabar, bila mendapatkan tulisan yang berkaitan dengan kehidupan perempuan yang sangat buruk, diperlakukan sewenang-wenang, dan tidak memiliki hak untuk membela diri, hatinya sangat teriris," kata Fitriyati saat berbincang Sabtu pekan lalu.

Perasaan teriris ini diungkapkan Roehana kepada suaminya, Abdoel Koeddoes. Padahal, Roehana sudah membangun dan mendirikan Kerajinan Amai Setia (KAS), sebuah organisasi perempuan di tanah kelahirannya di Kota Gadang.

"Kalau ambo mengajar, maka yang bertambah pintar hanya murid-murid saja. Ambo ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan perempuan lain di daerah," kata Roehana seperti dikutip dalam buku buatan Fitriyati.

Diskusi terus dilakukan Roehana dengan suaminya. Pada suatu hari, Abdoel menyarankan Roehana mengirimkan surat kepada Soetan Maharadja, pemimpin redaksi Surat Kabar Oetoesan Melajoe. Di luar dugaan, surat Roehana ternyata menyentuh hati sehingga Soetan langsung menemui Roehana secara langsung. Dalam pertemuan itu, Roehana lagi-lagi mengungkap keprihatinannya atas masalah perempuan.

Satu-satunya yang dipikirkan Soetan kala itu adalah soal kedudukan Roehana sebagai Direktur KAS. Soetan menilai Roehana akan kesulitan jika pindah ke Padang sebagai pemimpin redaksi surat kabar yang baru itu. Setelah berbicara panjang, kesepakatan pun muncul, Roehana menjadi pemimpin redaksi yang berkedudukan di Kota Gadang. Sedangkan duduk sebagai redaktur pelaksana nya adalah anak Soetan sendiri yakni Ratna Djoewita dan Zahara.

Kemudian surat kabar baru tu dinamakan Soenting Melajoe. Soenting artinya perempuan dan Melajoe artinya Tanah Melayu. Dan Soenting Melajoe artinya surat kabar untuk kaum perempuan di Tanah Melayu.

Sebagai surat kabar perempuan, penulis Soenting Melajoe diisi oleh kaum perempuan, kecuali Soetan Maharadja sebagai pemilik surat kabar.

Menurut Eddy, Soenting Melajoe banyak menyoroti masalah perempuan. "Banyak menulis tentang perempuan, tentang membangun akhlak, menghormati suami dan pantun-pantun, juga ajaran agama Islam," tutur Eddy sambil membolak balik Soenting Melajoe ada di depannya.

Keberadaan Soenting Melajoe sebagai surat kabar perempuan, tulis Fitriyati banyak mengubah pola pikir perempuan Minang kala itu. Mereka seperti dicerahkan oleh artikel-artikel Roehana tentang perempuan di dunia, dan bahkan agama Hindu.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index