Kenapa Kebanyakan Obat Rasanya Pahit? Ini Penjelasannya

Kenapa Kebanyakan Obat Rasanya Pahit? Ini Penjelasannya
Ilustrasi obat-obatan tablet. Foto: iStock

RIAUAKTUAL (RA) - Buat sesuatu yang bertujuan menyembuhkan, kebanyakan obat justru punya rasa yang mungkin menjengkelkan. Dari sirup yang pahit hingga tablet dengan after-taste logam yang menempel lama di lidah.

Muncul pertanyaan soal kenapa banyak obat terbaik yang kita konsumsi justru rasanya begitu tidak enak?

Rasa Pahit, Warisan dari Alam

Sebagian besar obat modern sebenarnya berasal dari senyawa yang ditemukan di alam, terutama dari tanaman dan hewan laut tak bergerak seperti spons atau karang.

“Mereka tidak bisa bergerak. Mereka tidak bisa kabur. Jadi satu-satunya alat pertahanan dari predator adalah memproduksi senyawa kimia yang sebagian bersifat racun bagi manusia atau hewan lain,” kata Orazio Taglialatela Scafati, ahli biologi farmasi dari University of Naples Federico II, Italia, dikutip Live Science.

Selama jutaan tahun, tanaman dan hewan itu berevolusi menghasilkan senyawa yang bisa berinteraksi dengan tubuh predatornya. Contohnya, glikosida jantung dari tanaman foxglove yang bisa menghentikan detak jantung, alkaloid halusinogen dari belladonna, hingga senyawa taksan beracun dari buah yew.

Sebagai respons, manusia dan banyak hewan lain ikut berevolusi mengembangkan reseptor rasa pahit untuk mendeteksi senyawa berbahaya ini. Rasa pahit jadi sinyal alami bahwa suatu zat bisa mengganggu kerja tubuh.

Ribuan tahun kemudian, ilmu pengetahuan modern mulai memahami bagaimana senyawa itu bekerja di tubuh. Efek fisiologisnya yang kuat lalu dimanfaatkan menjadi obat yang aman dan efektif.

Hanya sedikit obat yang digunakan persis seperti senyawa alaminya, misalnya antibiotik penisilin atau pereda nyeri morfin. Sebagian besar lainnya hanyalah tiruan dengan struktur kimia yang dimodifikasi agar efeknya lebih tepat sasaran.

“Obat harus punya beberapa syarat: mudah diberikan, bisa diserap tubuh, mencapai target, dan tetap aktif,” jelas Taglialatela Scafati. “Kadang perlu memodifikasi strukturnya agar syarat itu terpenuhi.”

Menurut Bahijja Raimi-Abraham, ilmuwan farmasi sekaligus apoteker di King’s College London, penting membedakan antara senyawa aktif obat dengan bentuk sediaan obat yang diterima pasien.

Dalam obat, zat aktif biasanya dicampur dengan komponen tambahan yang disebut eksipien. Zat inilah yang membuat obat bisa diproses jadi sirup, tablet, atau kapsul, serta membantu mengatur penyerapan dan kestabilan obat.

Secara teori, eksipien bisa diberi perasa untuk menutupi rasa pahit. Namun, menurut Raimi-Abraham, persepsi pasien terhadap obat lebih kompleks dari sekadar rasa.

“Kita tidak hanya bicara soal rasa, tapi juga aroma, aftertaste, tekstur, sampai tampilan obat. Semua itu menentukan apakah seseorang mau menerima obatnya atau tidak,” katanya.

Hal ini jadi krusial terutama pada pasien anak dan lansia. Jika obat terasa terlalu pahit atau tidak enak, risiko mereka menolak minum obat jauh lebih besar. Akibatnya, bukan hanya kesehatan pasien yang terancam, tapi juga bisa memicu masalah lebih luas seperti resistensi antibiotik ketika obat tidak diminum sesuai aturan.

Sayangnya, menemukan keseimbangan palatabilitas ini tidak mudah. Memperbaiki satu aspek bisa merusak aspek lain. Misalnya, perasa yang menutupi rasa pahit di mulut bisa meninggalkan aftertaste tidak enak begitu obat larut di lambung.

Meski rumit, perusahaan farmasi tetap menginvestasikan jutaan dolar setiap tahun untuk mengatasi masalah ini. Strateginya beragam, dari menambahkan pemanis dan perasa, memberi lapisan pelindung, mengubah struktur kimia, hingga menambah bahan tambahan untuk mengubah tekstur di mulut. Semua itu juga harus disesuaikan dengan usia pasien, karena selera dan sensitivitas rasa berbeda-beda.

“Ada alasan kenapa sebagian obat masih terasa pahit,” kata Raimi-Abraham. “Membuat formulasi obat yang rasanya bisa diterima pasien itu bukan hanya soal sains, tapi juga seni.”

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index