PEKANBARU (RA) - Pasca kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 300 persen di beberapa kabupaten/kota di Indonesia, Local Expert Kementerian Keuangan Kanwil Perbendaharaan Riau, Dahlan Tampubolon, menegaskan bahwa kebijakan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak Daerah (UU HKPD).
Namun, Dahlan mengingatkan bahwa kenaikan tarif berpotensi menurunkan kemampuan masyarakat membayar pajak (ability to pay), yang pada akhirnya dapat memengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Dahlan, fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori Kurva Laffer.
Kurva Laffer menggambarkan hubungan antara tarif pajak dan penerimaan pajak, di mana terdapat tarif optimal yang dapat memaksimalkan penerimaan negara.
"Pada titik ekstrem, yaitu tarif 0 persen atau 100 persen, negara tidak akan memperoleh penerimaan pajak sama sekali," jelas Dahlan saat dihubungi Riauaktual.com, Jumat (15/8/2025).
Dahlan menjelaskan, saat ini tarif PBB diatur sebesar 0,1 persen untuk nilai properti di bawah Rp1 miliar dan 0,2 persen untuk nilai di atas Rp1 miliar. Sebelumnya, tarif seragam sebesar 0,1 persen berlaku untuk semua nilai properti.
"Jika tarif dinaikkan hingga 0,5 persen atau lebih, masyarakat cenderung menghindari pembayaran PBB," ujarnya.
Menurut teori Kurva Laffer, kenaikan tarif memang dapat meningkatkan penerimaan pada tahap awal. Namun, setelah melewati titik optimum, penerimaan justru menurun karena beban pajak yang terlalu tinggi membuat masyarakat enggan membayar.
Dahlan juga menyoroti risiko lain, yaitu akumulasi tunggakan PBB yang dapat menjadi masalah saat masyarakat ingin menjual properti.
"Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditentukan berdasarkan Zona Nilai Tanah (ZNT), yang mempertimbangkan faktor lokasi, zonasi, kondisi lingkungan, dan aksesibilitas. Misalnya, properti di gang sempit akan berbeda nilainya dibandingkan di pinggir jalan utama," jelasnya.
Dahlan juga menyinggung kasus di Kabupaten Pati, yang menurutnya tidak hanya dipicu oleh kenaikan tarif PBB, melainkan juga oleh respons bupati terhadap aksi unjuk rasa.
"Seharusnya bupati tidak ikut terprovokasi. Yang membuat heboh adalah sikap bupati baru yang dinilai arogan," ujarnya.
Dahlan menegaskan, pemerintah daerah harus menjaga komunikasi yang baik dengan masyarakat agar penerimaan pajak tetap optimal tanpa membebani wajib pajak. Dengan begitu, PAD dapat meningkat secara berkelanjutan tanpa memicu gejolak sosial.
#ekonomi
