JAKARTA (RA) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mempersiapkan sejumlah rekomendasi strategis untuk mendukung suksesnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Rekomendasi ini difokuskan untuk mendorong keberpihakan kebijakan publik terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pengawasan terhadap potensi praktik monopoli dalam pelaksanaannya.
Ketua KPPU, M Fanshurullah Asa, yang akrab disapa Ifan, bahkan turun langsung ke lapangan pada Sabtu (26/7) untuk meninjau salah satu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Bandar Lampung. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pengawasan KPPU yang kini digencarkan melalui seluruh kantor wilayah di Indonesia.
"Kami mempertanyakan kemampuan teknis tim verifikasi dalam melakukan kelayakan mitra karena belum adanya acuan khusus. Maka perlu dibentuk tim ahli dengan kompetensi yang terukur," ujar Ifan, sekin (28/7/2025).
Program MBG yang menyasar pelajar dan ibu hamil, termasuk di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), masih menghadapi berbagai hambatan. Salah satunya adalah proses verifikasi mitra pelaksana yang dilakukan melalui pendaftaran terbuka di situs resmi BGN.
Yayasan yang mendaftar wajib melampirkan dokumen legal, laporan keuangan, dan lokasi dapur yang diverifikasi oleh tim BGN. Namun, KPPU menyoroti belum adanya standar baku dalam proses verifikasi tersebut.
Di sisi lain, BGN memberikan fleksibilitas kepada mitra untuk memilih pemasok bahan makanan dan peralatan masak, yang biayanya akan diganti oleh negara. Mitra juga diminta memberdayakan minimal 30% tenaga kerja dari masyarakat sekitar dengan upah sesuai UMR. Sayangnya, ketentuan ini belum sepenuhnya dijalankan optimal.
Di Provinsi Lampung, KPPU menemukan data yang memprihatinkan: dari total kebutuhan 57 dapur SPPG untuk melayani 217.595 siswa, baru 12 dapur yang aktif. Bahkan di dua kabupaten, yaitu Lampung Barat dan Pesisir Barat, belum ada dapur MBG yang beroperasi.
Selain itu, KPPU juga mencatat adanya indikasi praktik tidak sehat, seperti penunjukan pemasok tetap tanpa kontrak resmi, serta jangkauan distribusi makanan yang hanya mencakup radius 2 kilometer, jauh dari standar seharusnya yang bisa mencapai 7 kilometer.
Untuk memperkuat akuntabilitas dan keadilan dalam pelaksanaan MBG, KPPU mengusulkan beberapa langkah perbaikan, antara lain:
1. Pembentukan tim verifikasi independen yang memiliki keahlian di bidang legal, teknis dapur, dan logistik;
2. Penerapan sistem transparansi pengadaan alat dan bahan baku melalui pelaporan terintegrasi;
3. Audit dan evaluasi berkala terhadap kinerja yayasan mitra oleh BGN dan auditor independen;
4. Pemetaan wilayah prioritas, terutama daerah yang belum memiliki mitra atau dapur aktif;
5. Penguatan regulasi dan penerapan sanksi bagi penyelenggara yang tidak akuntabel.
Ifan menekankan pentingnya perjanjian kemitraan yang komprehensif antara BGN dan mitra MBG, yang mencakup hak dan kewajiban, mekanisme transparansi, serta insentif dan sanksi agar terhindar dari penyimpangan.
Dalam jangka menengah, KPPU akan memperluas pemantauan ke wilayah lain untuk memastikan pelibatan pelaku usaha lokal, seperti petani, nelayan, dan UMKM, berjalan adil tanpa dominasi kelompok usaha besar. Survei lanjutan juga akan dilakukan terhadap implementasi tim verifikasi dan pengendalian harga bahan baku.
"Keberhasilan program ini sangat bergantung pada kemitraan yang adil, pengawasan ketat, dan keberpihakan terhadap masyarakat rentan. Kami akan terus mendorong terciptanya ekosistem persaingan usaha yang sehat dan berkelanjutan," tutup Ifan.
