BAM DPR : Pencabutan Moratorium ke Timur Tengah Jangan Tergesa-gesa

BAM DPR : Pencabutan Moratorium ke Timur Tengah Jangan Tergesa-gesa
Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Netty Prasetiyani (Foto : Biro Pemberitaan DPR)

SURABAYA (RA) - Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Netty Prasetiyani, menegaskan pencabutan moratorium penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke kawasan Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, tidak boleh dilakukan tergesa-gesa.

Kebijakan ini menjadi sorotan yang ia sampaikan usai kunjungan kerja BAM DPR RI ke Provinsi Jawa Timur, Kamis (22/5/2025).

"Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah pekerja migran tertinggi, bahkan melampaui Jawa Tengah dan Jawa Barat. Maka, kunjungan ini kami lakukan untuk menyerap aspirasi dan memperkuat dasar pengambilan kebijakan terkait pencabutan moratorium," ujar Netty melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (24/5/2025).

Netty mengakui moratorium berdampak pada devisa nasional, mengingat sektor PMI menjadi penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas. Namun, ia mengingatkan bahwa aspek perlindungan PMI tidak bisa dikorbankan demi kepentingan ekonomi semata.

"Pencabutan moratorium harus dibarengi dengan evaluasi menyeluruh, mulai dari hulu ke hilir. Mulai dari pencatatan di Disdukcapil, pelatihan prakeberangkatan, perlindungan di negara tujuan, hingga pembinaan saat kembali ke tanah air," tegas Politisi Fraksi PKS ini.

Sebelumnya, BAM DPR RI telah berdiskusi dengan melibatkan Komnas HAM, akademisi hukum tata negara dari UI, serta kementerian terkait, terungkap sejumlah tantangan perlindungan PMI.

Salah satunya adalah lemahnya pendampingan PMI selama bekerja di luar negeri, serta kurangnya program reintegrasi sosial dan ekonomi setelah kepulangan. Ia juga menyoroti biaya tinggi yang dibebankan kepada calon PMI.

"Biaya keberangkatan yang besar, mulai dari paspor, tiket, hingga pelatihan, kerap membuat keluarga PMI terjerat utang. Ini harus dievaluasi. Unit cost perlu ditinjau ulang agar tidak memberatkan," kata Anggota Komisi IX ini.

Menanggapi revisi UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, ia berharap peraturan turunannya dapat menutup celah hukum dan memperkuat pengawasan. Dirinya juga mendorong dibentuknya daftar hitam (blacklist) dan daftar putih (whitelist) bagi perusahaan penempatan PMI (P3MI) agar tindakan pelanggaran tidak terulang.

Ke depan, ungkapnya, BAM DPR RI akan menyusun telaahan serta rekomendasi untuk disampaikan ke pimpinan DPR RI dan alat kelengkapan dewan (AKD) terkait, termasuk Komisi IX, Komisi I, dan Komisi III.

"Isu pekerja migran bukan hanya soal ketenagakerjaan, tapi juga menyentuh aspek perdagangan orang dan penegakan hukum. Semua pihak harus terlibat agar perlindungan PMI menjadi nyata, bukan sekadar slogan," tandas Politisi Fraksi PKS itu.

Sebagai informasi, selama tahun 2024, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menangani 428 kasus PMI bermasalah, termasuk korban perdagangan orang dan deportasi. Sebanyak 170 jenazah PMI pun juga telah difasilitasi pemulangannya secara gratis dan humanis.

#DPR/MPR RI

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index