PEKANBARU, RiauAktual.com - Di landasi dari keprihatinan petani swadaya di areal kerja perusahaan sawit swasta Asian Agri, hingga Juli 2014 Asian Agri telah membina sekitar 8.782 hektare lahan petani swadaya. Terdiri dari 3.109 Ha di Sumut, Riau 3.590 Ha dan Jambi 2.083.
Head CSR/CSV Rafmen, dalam acara Halal Bihalal Asian Agri dengan insan media dengan thema "berbagi maaf bersama", Selasa (12/8/2014), mengatakan, data Asian Agri per April 2014, produktivitas TBS kebun swadaya rata-rata di bawah 15 bahkan hingga 12 ton perhektare pertahun.
Katanya, luas kebun kelapa sawit di Riau ada 2.372.401 ha, dari jumlah tersebut milik swasta 977.625 Ha (41,2) persen. Pemerintah 79.546 Ha (3,4) persen dan Rakyat 1.315.230 Ha (55,4) persen. Dari total itu kebun terdapat kebun swadaya 1.181.230 Ha (89,8) persen sisanya Aspekpir dan Disbun.
"Kondisinya petani swadaya masih memiliki kelemahan, bibit yang salah, jarang dipupuk, infrastruktur jelek, masih ada sistem ijon, keprihatinan inilah yang membuat Asian Agri melakukan pembinaan dengan petani swadaya untuk dibina," ujarnya.
Diakuinya MoU dengan Gapki sudah ada tetapi sejauh ini belum maksimal karena belum ada keseriusan pembinaan yang intensif. Sementara disatu sisi seiring waktu adanya sertifikasi RSPO yang harus terpenuhi bagi beberapa negara.
Makanya lanjut Rafmen, Asin Agri sebagai perusahaan perkebunan swasta nasional telah melakukan pendataan, pemetaan dan pembentukan kelompok tani. Kemudian dilanjutkan dilakukan diskusi kelompok terarah serta pelatihan manfaat berkelompok dan memperdalam ilmu dengan study banding ke KUD sukses.
Saat ini terangnya, luas areal binaan di Riau sudah 3.590 Ha. Untuk tindak lanjut pembinaan Asian Agri juga memfasilitasi petani dengan menyediakan sarana seperti balai pertemuan, perbaikan jalan, jembatan. Untuk yang bersentuhan langsung dengan petani Asian Agri juga mengadakan pupuk dan bibit.
"Dengan bibit unggul Asian Agri Topas sudah disiapkan untuk menjamin prosuktifitas sawit bisa sampai 25 tahun," tandasnya.
Di tempat yang sama, Pangarapen GuruSinga, Head Palsma Asian Agri, dalam paparannya menuju replanting plasma Asian Agri, menyatakan untuk membuat CPO Indonesia berkualitas ekspor haruslah berusaha menjadikan petani swadaya mendapat sertifikasi RSPO.
Secara bertahap upaya itu sudah dilakukan oleh Asian Agri, terbukti tahun 2013 dan 2014, 3 koperasi binaan Asian Agri berhasil memperoleh penghargaan tingkat nasional.
Terkait replanting sendiri, terangnya di usia sawit memasuki 25 tahun produksi akan turun, biaya per kg TBS meningkat. Untuk persiapan ini Asian Agri sudah melakukan persiapan sejak tahun 2008. Dimana dengan sosialisasi dan membuat bibit sendiri dengan merk Topas di Kampar. Namun tetap ada kendala yang dihadapi Asian Agri dalam masa replanting sering petani menjadi tidak mampu lagi membiayai hidup sehari-harinya.
Selain juga petani yang masih terlilit hutang. Namun Asian Agri sudah studi banding ke Jogya untuk mencoba mencari usaha sampingan seperti ternak ayam kampung, jagung ungu, tanam ubi kayu, ternak cacing, dan sebagainya.
"Kita akan coba petani akan memilih alternatif usaha yang akan bisa diterapkan di Riau kita akan undang, karena tidak ada penghasilan tambahan," tambahnya.
Fery D Sinaga, Regional Head Plantation Asian Agri, mengakui replanting baru akan dimulai tahun depan. Prosesnya akan dilakukan secara bersamaan antara inti dan plasma serta petani swadaya.
"Replanting yang akan ditargetkan tahun 2015 luasnya sekitar 1.100 Ha yang akan dilakukan bersamaan dengan inti. Diharapkan ini akan menjadi replanting terbaik," tutupnya.
Finsen, ketua Forum KUD Ukui, mengatakan untuk wilayah Ukui ada 9000 petani sawit yang usia tanam sawitnya sudah sejak tahun 1988. Ia menyadari dalam replanting masih gamang, tetapi dengan adanya pendapingan oleh perusahaan swasta sangat terbantu. Sementara pendampingan dari pemerintah sejauh ini masih kurang.
"Kami mohon untuk menghadapi replanting ada pendampingan dari pemerintah dengan mendapatkan bibit dan pupuk subsidi," harapnya. (ver)
Editor: Riki