Riauaktual.com - Gelombang penolakan rencana impor beras 1 juta ton kian besar. Datang dari segala penjuru: timur, tengah, maupun barat. Melihat derasnya gelombang penolakan itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mencoba menenangkan. Lutfi berjanji tidak akan ada impor beras saat panen raya berlangsung.
Janji tersebut disampaikan Lutfi dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Senayan, kemarin. Rapat Kerja tersebut sebenarnya bukan membahas mengenai impor beras, yang sekarang sedang rame. Rapat beragendakan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA). Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI Mohamad Hekal itu, menyetujui RUU IE-CEPA dibawa ke Sidang Paripurna DPR untuk disahkan.
Nah, usai pembahasan RUU IE-CEPA ini, Pimpinan Rapat kebanjiran permintaan dari anggota Dewan yang ingin mengungkapkan pandangannya terkait isu impor beras. "Dalam rapat, agenda sudah selesai. Tapi, ada kawan-kawan yang ingin menyampaikan aspirasinya," tutur Hekal.
Anggota Komisi VI DPR, I Nyoman Parta menjadi yang pertama mengeluarkan unek-unek. Kata dia, rencana impor beras menimbulkan kegaduhan. Ada dua poin yang menjadi catatannya. Pertama, hasil impor beras Maret-Mei 2018 sebesar 1,7 juta ton masih tersisa di gudang Bulog. Kedua, rencana impor 1 juta ton beras telah menurunkan harga gabah dan mental juang petani.
"Dalam kurun waktu 2019 hingga Maret 2021, tidak ada impor beras, dan tidak ada gejolak harga. Pandemi lebih dari setahun juga tidak membuat gejolak harga. Lalu, Menteri Perdagangan mau impor beras, untuk siapa ini?” ucap politisi PDIP itu.
Dia pun meminta pemerintah menghormati petani yang terus berjuang menghentikan ketergantungan impor beras. "Kami menolak impor. Tidak pantas impor dilakukan sekarang. Sebab, bertentangan dengan kedaulatan pangan," tegasnya.
Sejumlah anggota Komisi VI DPR lainnya juga menolak impor beras. Mereka meminta Lutfi menjelaskan secara gamblang dalam agenda khusus. Bukan agenda setelah membahas RUU IE-CEPA.
Hekal lalu mempersilakan Lutfi untuk bicara. Hekal memberi kebebasan Lufti untuk menjawab atau tidak pertanyaan para anggota Dewan tersebut. Sebab, Rapat Kerja tersebut tidak beragendakan membahas rencana impor beras.
Ternyata, Lutfi memilih menjawab pertanyaan para politisi Senayan. Dengan tegas, dia menjamin, tidak akan ada impor beras ketika panen raya. “Saya janji tidak ada impor beras ketika panen raya,” ucap mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu.
Lutfi lalu menceritakan kronologi munculnya rencana impor tersebut. Kata dia, rencana impor itu sudah ada sejak dirinya ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Menteri Perdagangan, akhir Desember 2020. Bukti adanya rencana impor itu berupa notulen Rapat Kabinet. Isinya, memutuskan Bulog pada 2021 mesti punya cadangan iron stock, salah satunya melalui impor sebesar 500 ribu ton.
Lutfi lalu memperkiraan stok milik Bulog saat ini dengan melihat sisa beras impor pada 2018. "Saya hanya menghitung jumlahnya 800.000 ton dikurangi beras 2018. Kalau beras 2018 itu antara 250.000 ton hingga 300.000 ton, artinya Bulog hari ini bisa cadangan di bawah 500.000 ton. Itu yang saya takutkan," terang Lutfi.
Tipisnya stok ini, lanjut dia, bisa digunakan spekulan untuk menaikkan harga. Jika sampai terjadi kenaikan harga beras, dirinya pasti disalahkan.
Dia lalu mencontohkan kasus kenaikan harga cabe yang terjadi akhir-akhir ini. Menurutnya, kenaikan itu karena curah hujan yang tinggi sehingga produksi berkurang. Tapi, tetap saja dirinya yang disalahkan.
“Siapa yang salah? Saya juga. Kenapa saya disalahkan juga. Jadi, ini sudah tanggung jawab saya,” bebernya sebagaimana dikutip dari RM.id.
Namun, Lutfi tidak mau terlalu banyak bicara siapa yang salah. “Sudah jangan kita perlebar lagi diskusinya. Saya janji, tidak akan impor ketika panen raya," tegasnya.
Ucapan Lutfi ini melegakan para anggota Dewan. Dengan serempak mereka pun bertepuk tangan.
Lufti juga sempat bicara mengenai harga gabah petani. Dia menjelaskan, Kementerian Pertanian (Kementan) telah berhasil mengerek hasil panen tahun ini. Berdasarkan angka ramalan Badan Pusat dan Statistik (BPS), panen tahun ini sama atau lebih baik dari tahun lalu.
Hanya saja, persoalan curah hujan sangat tinggi belakangan ini. Dampaknya, gabah petani tidak bisa dijual ke Bulog karena memiliki kadar air yang tinggi. Bulog memiliki standar kekeringan gabah dari petani untuk cadangan beras pemerintah. "Jadi, harganya turun. Karena, begitu dipotong, meski segera digiling. Kalau tidak digiling, pasti busuk," papar Lutfi.
Penolakan terhadap rencana impor beras ini juga disampaikan para gubernur, yang daerahnya menjadi sentra padi, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa mengatakan, stok beras yang dimiliki daerahnya masih aman dan cukup hingga akhir Mei 2021. "Bahkan sekarang ada surplus. Sehingga Jatim tidak membutuhkan suplai beras impor," tegasnya, kemarin.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil bicara lebih keras. “Kami memberikan usulan agar impor beras ditunda atau ditiadakan sehubungan surplus panen (padi),” tegas pria yang akrab disapa Kang Emil ini, pekan lalu.
Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo juga menolak. Tapi dengan bahasa yang lebih halus. Menurutnya, pemerintah harus memperhitungkan dengan matang rencana melakukan impor beras itu. Pasalnya, saat ini para petani di Indonesia, termasuk di Jateng, sudah mulai memasuki musim panen. Impor beras akan mengganggu penjualan hasil dari petani lokal.
Sumber: RM.id