Manuver Politik Papa Novanto

Kamis, 01 Desember 2016 | 10:45:53 WIB
Setya Novanto dan Ade Komaruddin

NASIONAL (RA) - Setya Novanto kembali menjadi ketua DPR RI setelah Rapat Paripurna DPR menyetujui pengangkatannya sebagai ketua DPR kemarin sore. Dia menyingkirkan Ade Komaruddin, rekan separtai, yang menggantikannya saat Setya mengundurkan diri menyusul kasus “Papa Minta Saham” akhir tahun lalu.

Seluruh fraksi termasuk Mahkamah Kehormatan Dewan yang pernah menangani kasus dugaan pelanggaran etik Novanto menyusul beredarnya rekaman pembicaraannya dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Ma’roef Sjamsoeddin dan pengusaha M. Riza Chalid,  kompak mendukung Novanto.

Beberapa jam sebelumnya, Mahkamah Kehormatan bahkan mengeluarkan kasus-kasus pelanggaran etik yang dilakukan Ade sehingga menurut mereka, Ade layak diberhentikan sebagai ketua DPR. Menurut Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad, Ade telah melanggar etika karena memindahkan mitra kerja Komisi VI ke Komisi XI dan laporan tentang RUU Pertembakauan.

Mahkamah Kehormatan menampik keputusan tentang Ade sebagai bagian dari percepatan pergantian ketua DPR dan memuluskan langkah Novanto menuju kursi DPR 1 seperti yang diusulkan DPP Partai Golkar.

Golkar sebelumnya mengusulkan kembali Novanto menjabat sebagai ketua DPR, walaupun yang bersangkutan pernah mengundurkan diri karena kasus "Papa Minta Saham".

Kasus itu menyoroti pertemuan Novanto dan Ma'roef. Dalam pertemuan itu, Novanto diduga meminta saham PTFI sebesar 20% yang disebutkan untuk dibagikan kepada Presiden Joko Widodo 11% dan Wakil Presiden Jusuf Kalla 9%.

Kasus itu ditangani Mahkamah Kehormatan, dan saat itu, sembilan anggota menyatakan Novanto melakukan pelanggaran sedang, sementara enam anggota menganggap Novanto melakukan pelanggaran berat. Tapi Mahkamah Kehormatan urung mengeluarkan putusan lantaran Novanto telanjur mengundurkan diri sebagai ketua DPR pada 16 Desember 2015. Pengusutan Kejaksaan Agung soal kasus itu juga mangkrak hingga saat ini.

Novanto kemudian melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan pada 7 September 2016 MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Novanto terhadap Pasal 5 ayat 1, ayat 2, dan Pasal 44 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalam putusan itu, MK menyatakan penyadapan terhadap Setya Novanto yang dilakukan Presdir PT Freeport Indonesia, Ma'roef Sjamsoeddin, dalam kasus "Papa Minta Saham" ilegal karena atas inisiatif sendiri dan bukan atas permintaan aparat penegak hukum. Penyadapan itu dinilai melanggar privasi seperti tercantum dalam pasal 28 F UUD 1945. Tapi MK sama sekali tidak menyentuh substansi mengenai dugaan bahwa Setya Novanto telah meminta saham PT Freeport Indonesia.

Berbekal putusan tersebut, Novanto mengajukan peninjauan kembali kasus pelanggaran etika dalam kasus "Papa Minta Saham" ke Mahmah Kehormatan sekaligus memohon agar nama baiknya dipulihkan. Dalam keputusannya, Mahkamah Kehormatan mengabulkan permohonan Novanto.

Dari sanalah, manuver untuk kembali mendudukkan Novanto ke posisi ketua DPR dibangun dan puncaknya adlaah saat DPP Golkar mengirimkan hasil keputusan pleno yang menugaskan kembali Novanto untuk menjabat sebagai Ketua DPR kepada fraksi untuk diteruskan kepada pimpinan Dewan.

Sempat muncul penolakan dari beberapa fraksi di parlemen terhadap keputusan Golkar. Anggota fraksi Partai NasDem, Supiadin Aries Saputra, misalnya, menyarankan Golkar mengkaji kembali hasil keputusan pleno DPP yang menugaskan Setya Novanto untuk menjabat sebagai Ketua DPR.

Supiadin khawatir pergantian ketua DPR justru merusak citra parlemen karena Novanto sudah mundur dari jabatannya karena kasus "Papa Minta Saham". Dia berpendapat, jika Golkar tetap memaksakan Novanto sebagai ketua DPR, tidak hanya DPR yang dirugikan namun Golkar juga akan terkena imbasnya.

Keberatan dan alasan yang kurang-lebih sama juga disampaikan oleh anggota DPR dari PDIP PDI Perjuangan, Arteria Dahlan. Menurutnya, pergantian ketua DPR menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap DPR, mengingat masyarakat masih beranggapan bahwa putusan MK terkait penyadapan tidak serta merta menghapus permasalahan hukum yang menjerat Novanto.

Beberapa waktu sebelumnya, politisi Gerindra, Desmond J Mahesa bahkan menyebut Novanto bisa cepat mati jika kembali menjadi ketua DPR setelah terpilih sebagai ketua umum Golkar dan ketua fraksi. Desmond saat itu yakin Novanto tak akan mengambil risiko untuk kembali menjabat sebagai ketua DPR karena tanggung jawabnya sudah sangat besar di partai.

api penolakan tinggal hanya penolakan setelah rapat pengganti Badan Musyawarah  yang diikuti seluruh pimpinan fraksi, Selasa malam sepakat menggelar sidang paripurna untuk membahas pemberhentian Ade dan menetapkan Novanto sebagai ketua DPR.

Puncaknya, Novanto kemarin kembali mengambil sumpah sebagai ketua DPR karena seluruh peserta sidang paripurna menyetujui untuk menjadi ketua DPR menggantikan Ade. (rimanews)

Terkini

Terpopuler