Siswa SD Tewas Diduga Di-bully, Pengamat: Sekolah Bisa Dituntut Jika Terbukti Lalai

Senin, 24 November 2025 | 12:25:34 WIB
Pengamat hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Riau, Erdiansyah SH MH

PEKANBARU (RA) - Kasus dugaan bullying yang diduga dilakukan sejumlah siswa terhadap seorang murid kelas 6 SD di Kota Pekanbaru hingga akhirnya meninggal dunia, memicu keprihatinan sekaligus perhatian publik.

Pemeriksaan kini masih berlangsung, namun dari sudut pandang hukum, peristiwa ini disebut telah memenuhi unsur tindak pidana kekerasan terhadap anak.

Pengamat hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Riau, Erdiansyah SH MH, menegaskan bahwa tindakan perundungan, baik fisik maupun verbal, masuk kategori tindak pidana berdasarkan undang-undang yang berlaku.

"Jika kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 juncto UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bullying jelas termasuk tindak pidana kekerasan terhadap anak," ujarnya kepada riauaktual.com, Senin (24/11/2025).

Menurutnya, istilah kekerasan terhadap anak tidak hanya terbatas pada luka fisik, tetapi juga mencakup penderitaan psikis, tekanan mental, hingga pengucilan sosial. Semua bentuk tindakan tersebut secara tegas dilarang dalam Pasal 76C UU Perlindungan Anak.

"Bullying berupa ejekan, intimidasi, penghinaan, maupun pengucilan sosial tetap dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikis. Dan itu dapat dipidana berdasarkan Pasal 80 UU Perlindungan Anak," jelasnya.

Menanggapi status pelaku yang masih berusia anak-anak, Erdiansyah menegaskan bahwa hukum tetap memberi ruang pertanggungjawaban pidana melalui Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) Nomor 11 Tahun 2012.

"Anak yang berusia 12 sampai 18 tahun tetap bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Tetapi mekanismenya berbeda, karena negara mengedepankan diversi dan restorative justice," kata Erdiansyah.

Namun, apabila pelaku masih di bawah usia 12 tahun, maka proses hukum tidak dapat diarahkan pada pemidanaan, melainkan tindakan pembinaan.

"Jika pelaku di bawah 12 tahun, penyelesaiannya bersifat edukatif, bukan represif. Namun perbuatannya tetap diakui sebagai tindak pidana," tambahnya.

Erdiansyah juga menyoroti tanggung jawab pihak sekolah dalam kasus ini. Ia menyatakan, guru maupun tenaga pendidik memiliki kewajiban hukum melindungi peserta didik selama berada dalam lingkungan pendidikan.

"Jika terbukti ada pembiaran atau kelalaian pihak sekolah, maka itu bukan hanya kesalahan administratif. Secara hukum, dapat dikategorikan sebagai turut serta melakukan atau membiarkan tindak pidana kekerasan terhadap anak," terangnya.

Selain pidana, lanjut dia, sekolah juga berpotensi menghadapi sanksi administratif hingga gugatan perdata dari keluarga korban.

"Orang tua korban bisa menggugat perbuatan melawan hukum apabila ada unsur kelalaian dalam memberikan perlindungan," ucapnya.

Kasus ini, menurutnya, harus menjadi momentum evaluasi besar terhadap sistem pengawasan dan mekanisme penanganan bullying di sekolah-sekolah.

"Sekolah harus menjadi tempat paling aman bagi anak, bukan sebaliknya. Negara melalui institusi pendidikan wajib memastikan tidak ada kekerasan, baik fisik maupun verbal," tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa penegakan hukum bukan sekadar menghukum pelaku, tetapi memastikan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang.

"Yang terpenting saat ini adalah memastikan keadilan bagi korban, memulihkan situasi sosial, dan mencegah tragedi ini terulang," tutup Erdiansyah.

Tags

Terkini

Terpopuler