JAKARTA (RA) - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso optimistis Revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSDK) dapat disahkan menjadi Undang-Undang (UU) paling telat awal 2026. Penguatan payung hukum ini diperlukan untuk memberi rasa keadilan bagi saksi dan korban.
"Kita optimistis bahwa, tadi dikatakan paling lama tiga masa sidang. Kita optimistis kalaupun tidak bisa pada akhir sidang di DPR, nanti awal tahun depan mungkin sudah tuntas," kata Sugiat dalam Forum Legislasi bertajuk 'Upaya Konkret DPR RI Memaksimalkan Perlindungan bagi Saksi dan Korban Lewat RUU PSDK' di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025)
Sugiat menegaskan perspektif UU Perlindungan Saksi dan Korban selama ini adalah keadilan korektif, yakni bagaimana sebuah penegakan hukum itu orientasinya menghukum seberat-beratnya pelaku kejahatan.
"Tapi kedepannya kita sudah mulai bergeser selain keadilan korektif juga ada keadilan rehabilitasi, bagaimana bukan hanya si pelaku kejahatan itu dihukum seberat-beratnya tapi juga ada perspektif bagaimana negara hadir di tengah-tengah korban kejahatan," katanya.
Fraksi Partai Gerindra ini mencontohkan salah satu bukti perspektif perlindungan terhadap korban kejahatan di Tanah Air masih lemah. Misalnya, saat korban kejahatan begal yang ditolak sejumlah rumah sakit lantaran tidak ada yang mau bertanggung jawab dengan tunggakan BPJS milik si korban.
"Padahal dalam konteks kehadiran negara seharusnya ini enggak ada lagi urusan-urusan administrasi, urusan-urusan yang remeh-remeh sehingga menolak korban tindak pidana kejahatan tersebut untuk mendapat pertolongan pertama," katanya.
Anggota LPSK Susilaningtias menilai RUU PSDK semakin mendesak untuk dibahas, seiring meningkatnya kompleksitas kasus yang membutuhkan perlindungan dan bantuan bagi saksi maupun korban. Pasalnya, kerangka hukum yang ada saat ini tak lagi memadai untuk menjawab kebutuhan lapangan.
"Mulai dari keterbatasan kewenangan hingga prosedur administrasi yang menghambat perlindungan darurat," ujarnya.