Pakar Hukum UIR: Praperadilan Bisa Uji Kejanggalan OTT Gubernur Riau oleh KPK

Rabu, 12 November 2025 | 11:47:44 WIB
Dr. Yudi Krismen, Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Riau (UIR).

PEKANBARU (RA) - Dugaan adanya kejanggalan dalam proses operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid terus bergulir.

Pakar hukum pidana menilai, praperadilan bisa menjadi jalan untuk menguji sah atau tidaknya penangkapan dan penetapan tersangka terhadap kepala daerah tersebut.

Dr. Yudi Krismen, Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Riau (UIR), menjelaskan bahwa praperadilan merupakan mekanisme hukum penting untuk memastikan penegakan hukum berjalan sesuai aturan dan tidak melanggar hak asasi manusia.

"Praperadilan adalah forum resmi untuk menguji sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan seseorang. Tujuannya melindungi hak dasar warga negara agar tidak ada penyalahgunaan wewenang," ujar Dr. Yudi kepada Riauaktual.com, Rabu (12/11/2025).

Ia mengatakan, hakim praperadilan memiliki kewenangan memeriksa apakah penangkapan, penahanan, maupun penetapan tersangka dilakukan sesuai ketentuan KUHAP, serta apakah bukti yang dijadikan dasar penahanan memenuhi syarat hukum.

"Kalau ditemukan penangkapan atau penahanan tidak sah, hakim bisa memerintahkan pembebasan. Sebaliknya, kalau prosedurnya benar, hakim akan menegaskan bahwa penahanan sah," jelasnya.

Menurut Yudi, langkah praperadilan menjadi relevan apabila dalam proses OTT terdapat dugaan pelanggaran prosedur atau penetapan tersangka yang dilakukan tergesa tanpa bukti kuat.

"Praperadilan bukan bentuk perlawanan terhadap penegak hukum, tapi mekanisme kontrol agar keadilan ditegakkan berdasarkan aturan, bukan asumsi atau tekanan publik," tegasnya.

Sebelumnya, Tenaga Ahli Gubernur Riau, Tata Maulana, mengaku menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses penangkapan oleh tim KPK.

Ia sempat diamankan bersama Gubernur Wahid dalam operasi 2 November 2025 di Pekanbaru, namun kemudian dibebaskan 4 November 2025 dini hari.

Tata menyebut saat OTT dilakukan di Dinas PUPR sekitar pukul 13.00 WIB, Gubernur Wahid justru tengah menerima tamu resmi, termasuk Bupati Siak dan Kapolda Riau.

"Saya baru tahu ada OTT saat sore ketika mendampingi Gubernur ngopi di Jalan Paus. Tak lama kemudian, KPK datang dan langsung menyita HP Gubernur," ujar Tata.

Ia mengaku sempat disebut sebagai "target operasi", meski tak pernah berurusan dengan Dinas PUPR.

"Saya melihat tidak ada bukti elektronik, dokumen, atau rekaman yang menguatkan tuduhan. Hanya pengakuan sepihak. Ini yang membuat saya curiga prosesnya tidak wajar," tambahnya.

Tata berharap aparat penegak hukum tetap profesional dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

"Saya berdoa semoga ada keadilan bagi Bapak Gubernur. Masyarakat bisa menilai sendiri kejanggalan-kejanggalan yang terjadi," ujarnya.

Menanggapi hal itu, Dr. Yudi Krismen menilai bila benar ada indikasi pelanggaran prosedur dalam OTT, maka tim kuasa hukum Gubernur Abdul Wahid berhak mengajukan praperadilan sebagai langkah hukum konstitusional.

"Praperadilan memberi ruang untuk menguji objektivitas penyidik dan memastikan penegakan hukum tidak menyimpang dari asas keadilan. Semua pihak harus menghormati proses hukum ini," kata Yudi.

Ia menegaskan bahwa setiap penegakan hukum harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan menghormati hak individu.

"Jangan sampai proses hukum justru mencederai prinsip keadilan. Di sinilah pentingnya peran hakim praperadilan sebagai pengawas objektif," tutupnya.

Kini, publik menanti bagaimana langkah hukum selanjutnya. Praperadilan disebut menjadi ujian bagi objektivitas KPK dalam menangani perkara yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid.

Tags

Terkini

Terpopuler