JAKARTA (RA) - Dewan Pers mengajukan sejumlah usulan penting dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta yang tengah digodok pemerintah dan DPR.
Inti usulannya, karya jurnalistik harus diakui dan dilindungi sebagai ciptaan berhak cipta, sama seperti karya seni, sastra, atau ilmiah lainnya.
Dalam surat resminya, Dewan Pers menilai karya jurnalistik memiliki nilai intelektual, ekonomi, dan sosial yang besar bagi publik serta ekosistem media di Indonesia.
Karena itu, lembaga ini meminta agar RUU Hak Cipta diperkuat untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hak ekonomi bagi wartawan serta perusahaan pers.
"Perlindungan terhadap karya jurnalistik penting untuk menjamin hak moral dan ekonomi jurnalis serta mendukung keberlangsungan industri media yang sehat," bunyi salah satu poin dalam surat Dewan Pers.
Dalam dokumen berjudul "Usulan Pandangan dan Pendapat Dewan Pers terhadap Perubahan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta", terdapat sedikitnya 10 usulan perubahan pasal.
Beberapa poin utama antara lain:
1. Menambahkan frasa “karya jurnalistik” dalam definisi ciptaan di Pasal 1, agar diakui secara eksplisit sebagai karya yang dilindungi.
2. Menghapus pasal pembatasan perlindungan (Pasal 26 huruf a dan Pasal 43 huruf c) yang selama ini membolehkan pengambilan berita aktual tanpa izin.
3. Memasukkan karya jurnalistik ke dalam daftar ciptaan yang dilindungi di Pasal 40, dengan penjelasan mencakup tulisan, suara, gambar, data, dan grafik hasil kerja wartawan yang menaati Kode Etik Jurnalistik.
4. Menetapkan masa perlindungan hak ekonomi untuk karya jurnalistik selama 70 tahun setelah penciptanya meninggal dunia, sebagaimana karya cipta lainnya.
5. Menambahkan prinsip “fair use” dalam penegakan hukum, agar pengadilan bisa menilai secara adil konteks penggunaan karya jurnalistik — apakah untuk kepentingan pendidikan, nonkomersial, atau justru merugikan pencipta.
Dorongan Perlindungan di Era Digital
Dewan Pers menilai, tanpa perlindungan eksplisit dalam undang-undang, karya jurnalistik rawan dijiplak, disalahgunakan, atau direproduksi tanpa izin, terutama di era digital dan media sosial.
"Pengakuan terhadap karya jurnalistik sebagai ciptaan yang dilindungi akan memperkuat posisi wartawan dan perusahaan pers di era digital," tulis Dewan Pers dalam penutup dokumennya.
Lembaga itu berharap pemerintah dan DPR mempertimbangkan seluruh masukan tersebut dalam penyempurnaan RUU Hak Cipta.
Dengan demikian, hasil kerja jurnalistik dapat dihargai sebagai kekayaan intelektual bangsa, bukan sekadar produk informasi yang bebas digunakan tanpa izin.