Dari Telaga Air Merah hingga Hutan Mangrove, Jejak PT ITA Membangun Bersama Warga

Vin
Senin, 22 September 2025 | 09:25:00 WIB
Perjalanan Inspiratif Bersama PT ITA.

MERANTI (RA) - Pagi itu, Selasa (16/9/2025), suasana Telaga Air Merah di Desa Tanjung, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, terasa berbeda. 

Di tepi telaga yang jernih, warga yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan awak media sudah berkumpul. Ada yang menyiapkan kamera, ada pula yang menenteng buku catatan. 

PT Imbang Tata Alam (PT ITA) memulai field trip dan Lomba Karya Jurnalistik 2025, sebuah perjalanan tiga hari yang bukan hanya tentang wisata, melainkan juga tentang mimpi-mimpi besar dari desa-desa di Riau. 

Seorang ibu penjual minuman tersenyum sambil berkata, "Kalau ada acara seperti ini, jualan saya laku, Nak. Ramai sekali orang." Kalimat sederhana itu menggambarkan dampak nyata yang sering luput dari perhatian, setiap kegiatan menghadirkan denyut ekonomi bagi warga.

Di balik acara ini, PT ITA ingin menunjukkan bahwa perusahaan energi bisa berjalan seiring dengan masyarakat. 

"Kami ini hanya provokator positif. Yang utama masyarakatnya. Semoga dari desa ini lahir manusia hebat," ujar Arip Hidayatuloh, Field Sr. CSR Officer PT ITA. 

Desa Tanjung dulunya sulit dijangkau. Jalan menuju Telaga Air Merah rusak dan sempit, bahkan tidak semua kendaraan bisa melintas dengan mudah. 

Telaga Air Merah di Desa Tanjung, Kecamatan Tebing Tinggi Barat

Sejak pandemi COVID-19, PT ITA ikut mendukung pembangunan akses jalan dengan pola swakelola, perusahaan menyediakan material, masyarakat yang mengerjakan. 

Hasilnya kini terlihat, jalan terbuka dan ekonomi ikut bergerak karena warga juga mendapat pekerjaan harian dari proyek itu. 

"Pembangunan ini bertahap. Kami koordinasi dengan Pemda dan minta izin ke PU. Ini murni inisiatif perusahaan dengan dana sendiri, bukan proyek ganda," jelas Arip. 

Kini Telaga Air Merah sudah menjadi destinasi wisata baru. Setiap musim liburan, puluhan juta rupiah masuk ke kas desa. Warga pun membuka warung, penyewaan perahu, hingga jasa pemandu wisata.

Perjalanan keesokan harinya berlanjut ke Koperasi Jasa Usaha Mandiri Syariah di Teluk Belitung. Koperasi yang berdiri sejak 2007 dengan modal awal Rp24 juta ini kini mengelola aset Rp4,6 miliar. 

Ketua koperasi, Samaun, bercerita dengan mata berbinar, "Awalnya susah. Kami jatuh bangun. Tapi ada semangat membangun lembaga keuangan yang fokus pada pembiayaan modal usaha masyarakat." Pada masa awal, PT ITA membantu menyediakan fasilitas, gaji karyawan, hingga biaya operasional bulanan. 

Kini koperasi sudah melayani 400 anggota termasuk 18 sekolah yang menabung di sana. 

Para peserta field trip terlihat antusias, menuliskan kutipan demi kutipan, melihat langsung data keuangan yang menunjukkan pertumbuhan koperasi berkat kolaborasi warga dan dukungan perusahaan.

Siang harinya, rombongan menuju kantor PT ITA untuk mendengar pemaparan tentang operasional migas. Target perusahaan adalah produksi 7.000 barel per hari, sementara saat ini produksi mencapai 4.600 barel dari lebih 100 sumur aktif. 

Namun yang paling menarik bukan angka-angka itu, melainkan filosofi yang disampaikan. "Energi itu penting, tapi pemberdayaan masyarakat jauh lebih penting untuk masa depan," kata Arip menjawab pertanyaan salah seorang peserta.

Suasana di pinggir telaga air merah

Hari terakhir, Kamis (18/9/2025), perjalanan berakhir di Mangrove Sungai Bersejarah (MSB) di Desa Kayu Ara, Kecamatan Sungai Apit, Siak. Kawasan ini lahir dari keprihatinan pemuda desa terhadap abrasi pantai. 

Tahun 2016 mereka mulai menanam mangrove, lalu membentuk kelompok Laskar Mandiri pada 2018. Sedikit demi sedikit fasilitas dibangun, jembatan kayu, jalur edukasi, aula serbaguna, mushola, hingga listrik. 

Banyak bantuan datang, namun PT ITA menjadi salah satu yang paling konsisten. Pada 2023, perusahaan ini bahkan menyumbangkan material bangunan bekas layak pakai untuk mendukung pembangunan aula dan sarana umum. 

"Kolaborasi ini sudah berjalan lima tahun. PT ITA selalu hadir, bukan hanya dengan dana, tapi juga semangat dan motivasi," ujar Jomadi Afrizan, koordinator Laskar Mandiri. 

Kini kawasan MSB berkembang bukan hanya sebagai objek wisata, tetapi juga pusat penelitian, sekolah alam, hingga pertunjukan seni tradisional. Ekonomi warga pun bergerak dari wisatawan yang datang membeli makanan, cinderamata, atau menyewa pemandu lokal.

Field trip dan lomba jurnalistik ini akhirnya menyisakan banyak cerita. Tentang warga yang gotong royong membangun jalan dengan bekal roti gabin dan air putih, tentang pemuda desa yang menanam mangrove di tengah keterbatasan, tentang koperasi kecil yang kini mengelola miliaran rupiah aset. 

Dalam semua kisah itu, PT ITA hadir bukan sebagai pemeran utama, melainkan mitra yang berjalan bersama masyarakat. Perjalanan ditutup dengan satu pesan sederhana, membangun dari desa, demi masa depan yang berkelanjutan.

 

Penulis : Alfin Hidayat

Terkini

Terpopuler