Keberadaan Pak Ogah Dinilai Sebagai Bentuk Pembiaran Ketidaktertiban

ANI
Rabu, 30 Juli 2025 | 20:28:28 WIB
Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia Wilayah Riau, Dr Ir Muchammad Zaenal Muttaqin

PEKANBARU (RA) - Sebagai ibu kota Provinsi Riau, Kota Pekanbaru telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dalam dua dekade terakhir.

Pertumbuhan ini tak hanya ditandai dengan geliat pembangunan infrastruktur. Namun juga dengan meningkatnya arus urbanisasi, dan perluasan kawasan permukiman, serta kompleksitas persoalan lalu lintas yang semakin terasa.

Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia Wilayah Riau, Dr Ir Muchammad Zaenal Muttaqin menyebutkan salah satu wajah nyata dari kompleksitas tersebut adalah kemunculan sosok-sosok informal yang akrab kita kenal dengan sebutan "Pak Ogah".

Ironisnya, dalam konteks lalu lintas perkotaan, tokoh ini menjelma menjadi fenomena sosial yang nyata dan dilematis.

"Fenomena Pak Ogah di Pekanbaru telah menjadi pemandangan umum di berbagai titik strategis, seperti di putaran balik Jalan Tuanku Tambusai, Jalan HR Soebrantas, hingga di Jalan Sudirman yang merupakan jalan utama di Kota Pekanbaru," kata Dr Ir Muchammad Zaenal Muttaqin.

"Mereka hadir bukan karena ada mandat resmi dari pemerintah, melainkan karena adanya permintaan 'tersembunyi' dari para pengguna jalan yang merasa kesulitan dalam menghadapi keruwetan lalu lintas," sambungnya.

Disebutkan Dr Zaenal Muttaqin, meskipun keberadaan  Pak Ogah dirasakan cukup membantu sebagian orang, seperti sopir truk, atau pengendara pemula. Di sisi lain, juga banyak yang mengakui sebagian besar dari mereka tidak memiliki pengetahuan dasar tentang keselamatan lalu lintas.

"Mereka tidak memahami prinsip prioritas kendaraan, bahkan sering kali bertindak secara sewenang-wenang. Tak jarang mereka menyetop kendaraan dari arah yang sebenarnya memiliki prioritas, hanya untuk memberi jalan kepada kendaraan lain yang dilayani oleh mereka. Yang tentu hal ini justru memperparah kemacetan dan meningkatkan risiko kecelakaan," katanya.

Dr Zaenal Muttaqin juga menyinggung praktik terlarang itu kerap terjadi pada wilayah hukum publik, yaitu ruang lalu lintas jalan yang secara sah dikelola dan diatur oleh negara melalui lembaga seperti Dinas Perhubungan, Kepolisian, atau otoritas lalu lintas lainnya.

"Kehadiran Pak Ogah yang tidak memiliki kewenangan dan pelatihan resmi, sejatinya adalah bentuk perampasan kewenangan negara dan pembiaran terhadap ketidaktertiban yang berlangsung dalam aktivitas lalu lintas sehari-hari di kota ini," katanya.

Terkini

Terpopuler