Abdul Aziz Soroti Ketidakadilan dalam Penertiban Kawasan TNTN

Rabu, 18 Juni 2025 | 20:40:38 WIB
Salah satu orator aksi, Abdul Aziz, yang juga merupakan Ketua Umum Wartawan Sawit Nusantara (WSN).

PEKANBARU (RA) - Salah satu orator aksi demonstrasi yang digelar ribuan warga enam desa di Pelalawan, Abdul Aziz, menyoroti ketimpangan dalam kebijakan penertiban kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Dalam aksi yang digelar ribuan massa di depan Kantor Gubernur Riau, Rabu (18/6/2025), Ketua Umum Wartawan Sawit Nusantara (WSN) itu menyatakan bahwa penegakan aturan negara tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang dan harus mempertimbangkan fakta sejarah serta keadilan bagi masyarakat.

Aziz menyebut bahwa masyarakat yang saat ini tinggal di kawasan TNTN tidak bisa disamaratakan statusnya.

Dia membagi masyarakat ke dalam tiga klaster, yaitu: mereka yang sudah bermukim sebelum TNTN ditunjuk, mereka yang masuk setelah TNTN dikukuhkan, dan masyarakat yang datang setelah terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).

"Masyarakat yang tinggal sebelum kawasan itu ditunjuk sebagai Taman Nasional, mereka memiliki hak. Peraturan Pemerintah pun mengatur, dalam proses penataan batas, hak-hak masyarakat harus dikeluarkan dari areal yang akan dijadikan taman nasional. Tapi kenyataannya, itu tidak pernah dilakukan," tegas Aziz.

Dia juga mempertanyakan perlakuan negara yang dinilainya tidak adil. Menurut Aziz, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 yang menjadi dasar Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menjalankan tugasnya, telah menimbulkan kekhawatiran karena masyarakat dianggap sebagai perambah tanpa melihat latar belakang historis keberadaan mereka di wilayah tersebut.

"Sekarang, begitu Perpres keluar, semuanya seolah-olah menjadi perambah. Padahal, ada 153 ribu hektar di kawasan itu yang sudah digerogoti oleh perusahaan, kenapa masyarakat yang duluan dieksekusi? Kok masyarakat kecil yang menguasai 5 atau 10 hektar dipersoalkan, sedangkan satu perusahaan yang menguasai 153 ribu hektar tidak dipermasalahkan?" ujarnya.

Aziz menyatakan pihaknya mendukung keberadaan TNTN sebagai kawasan konservasi, terlebih dalam menjaga kelestarian lingkungan dan habitat satwa seperti gajah. Namun ia mengingatkan, jangan sampai kebijakan konservasi justru menjadi alat untuk menyingkirkan masyarakat yang sudah lama hidup di sana.

"Kami sangat mendukung TNTN. Sekarang katanya tinggal 12 ribu hektar yang tersisa. Itu cukup, kalau dikelola dengan baik, untuk home range-nya gajah. Tapi kenapa kami yang harus dikorbankan?" katanya lagi.

Aziz juga menegaskan bahwa masyarakat hanya ingin diberi ruang untuk menjelaskan posisi mereka secara adil dan berargumen berdasarkan data dan fakta.

"Kami tidak menolak kebijakan negara. Tapi tolong, kami juga ingin diberi ruang untuk menyampaikan pendapat. Jangan semuanya diputuskan secara sepihak. Jangan ada sikap ‘pokoknya, pokoknya, pokoknya’. Kalau negara ingin aman dan kebijakan dijalankan dengan damai, ya dengarkan juga suara rakyat," pungkasnya.

Terkini

Terpopuler