RIAU (RA) - Aksi unjuk rasa ribuan orang yang mengaku petani sawit di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) pada Rabu (18/6/2025) menyebabkan lumpuhnya lalu lintas di pusat Kota Pekanbaru.
Massa yang datang dengan puluhan truk dan kendaraan pribadi ini menuntut penolakan relokasi dari kawasan hutan negara.
Namun, di tengah aksi tersebut, beredar narasi kritis di media sosial dan grup percakapan yang mempertanyakan aktor di balik mobilisasi besar tersebut.
Mulai dari siapa yang membiayai logistik, solar, hingga komando di lapangan, hingga tudingan bahwa aksi ini bukanlah murni gerakan petani, melainkan ditunggangi oleh cukong perambah hutan.
Menanggapi situasi ini, LSM Benang Merah Keadilan meminta Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk bertindak tegas terhadap pemodal besar yang bersembunyi di balik nama petani kecil.
"Satgas PKH jangan gentar! Kami minta data pemilik kebun sawit dalam kawasan hutan harus diverifikasi secara faktual. Banyak cukong menggunakan nama masyarakat sebagai tameng, padahal modal dan pengelolaan berasal dari mereka," tegas Direktur Eksekutif Benang Merah, Idris, saat memantau aksi di Tugu Zapin Pekanbaru.
Idris menekankan pentingnya pendekatan berbasis data transaksi, termasuk pengawasan buah sawit yang keluar dari kawasan hutan, alur distribusi ke PKS (Pabrik Kelapa Sawit), hingga identifikasi peron atau ram sawit yang diduga menadah hasil kebun ilegal.
"Jika perlu, libatkan PPATK untuk menelusuri aliran dana dari hasil perambahan hutan ini. Bila terbukti ada unsur pidana dan pencucian uang, proses hukum harus ditegakkan," tegasnya lagi.
Namun Idris juga meminta agar pendekatan penegakan hukum dilakukan dengan tetap mempertimbangkan sisi kemanusiaan, terutama terhadap petani kecil yang mengelola kebun skala kecil untuk kebutuhan hidup.
"Mereka yang hanya punya setengah hektar dan bergantung hidup dari kebun itu perlu dilindungi. Tapi jangan semua disamaratakan. Keadilan harus ditegakkan dengan pendekatan cermat dan proporsional," ujarnya.
Benang Merah juga mendesak Satgas PKH segera mengusut aktivitas perkebunan sawit ilegal di dalam konsesi HTI. Menurut Idris, perusahaan pemilik konsesi selama ini sering berlindung di balik alasan "sengketa lahan", padahal justru membiarkan cukong beroperasi bebas.
"Satgas sudah panggil para pemilik HTI, sekarang tinggal ketegasan. Jika mereka tidak kooperatif, negara harus evaluasi izin konsesi. Jangan sampai ada penelantaran yang malah merugikan negara dan membuka ruang perambahan," katanya.
LSM Benang Merah mendukung Satgas PKH untuk terus bertindak secara independen dan tidak terpengaruh tekanan dari kelompok manapun.
Idris bahkan menyarankan agar Kejaksaan Agung, Kodam I Bukit Barisan, dan BPKP ikut turun mendukung Satgas PKH Kejati Riau dalam penyusunan berkas hukum terhadap cukong sawit.
"Jika HTI tak buka data, negara bisa ambil alih konsesinya. Ini bukan soal sengketa, ini soal penelantaran. Kita tidak boleh kalah oleh jaringan ilegal yang merusak hutan. Selamatkan hutan, harga mati!" pungkas Idris.
Idris juga mempertanyakan arah tuntutan massa aksi yang justru menyasar Gubernur Riau, padahal Satgas PKH dibentuk langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
"Unjuk rasa ini aneh. Mereka menuntut Gubernur padahal Satgas dibentuk pusat. Mana mungkin gubernur melawan perintah presiden? Ini patut dicermati," tutupnya.