PEKANBARU (RA) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kampar resmi menetapkan Misdi, mantan Kepala Desa Indra Sakti, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengalihan status tanah restan kawasan transmigrasi.
Penetapan tersangka dilakukan pada Jumat, 23 Mei 2025. Di hari yang sama, Misdi langsung ditahan.
"Status tersangka ditetapkan terhadap saudara M selaku Kepala Desa Indra Sakti periode 2017-2023, berdasarkan hasil ekspose yang digelar di Kejaksaan Tinggi Riau pada 20 Mei 2025," ujar Kepala Kejari Kampar, Sapta Putra, melalui Kasi Intelijen Jackson Apriyanto Pandiangan, didampingi Kasi Pidsus Marthalius, Jumat (23/5/2025).
Jackson menyebutkan, penetapan Misdi sebagai tersangka didasarkan pada hasil penyidikan yang telah mengantongi minimal dua alat bukti yang sah.
Dugaan kuat menyebut bahwa perbuatan Misdi telah merugikan keuangan negara.
"Penyidik memperkirakan kerugian negara dalam perkara ini mencapai lebih dari Rp1,3 miliar. Namun demikian, kami masih menunggu hasil perhitungan resmi dari Inspektorat Kabupaten Kampar," terang Jackson.
Untuk kepentingan penyidikan, tersangka langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bangkinang selama 20 hari ke depan, sesuai dengan Surat Perintah Penahanan dari Kepala Kejari Kampar.
Dalam kasus ini, Misdi diduga menyalahgunakan jabatannya dengan menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) dan/atau Surat Keterangan Sempadan Tanah kepada sejumlah individu.
Padahal, tanah yang dimaksud merupakan milik negara dan seharusnya digunakan sebagai Kas Desa serta Fasilitas Umum Desa Indra Sakti, yang merupakan bagian dari kawasan transmigrasi UPT II Sei Garo penempatan tahun 1989–1990 dengan pola PIR-Trans.
"Akibat perbuatannya, aset milik negara seluas lebih dari 40 hektare lepas kendali. Ini merugikan Pemerintah Kabupaten Kampar dan Pemerintah Desa Indra Sakti," ungkap Jackson.
Lebih lanjut, Jackson mengungkapkan bahwa tersangka juga menerima sejumlah uang dari masyarakat yang mengurus surat-surat tanah tersebut secara tidak sah, yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.